Selasa, 30 Juni 2015

DESKRIPSI TAHAPAN INDONESIA DALAM MENGADOPSI IFRS


DESKRIPSI TAHAPAN INDONESIA DALAM MENGADOPSI IFRS

IFRS (International Financial Reporting Standard) merupakan pedoman penyusunan laporaan keuangan yang diterima secara global. Sejarah terbentuknya pun cukup panjang dari terbentuknya IASC/ IAFC, IASB, hingga menjadi IFRS seperti sekarang ini. Jika sebuah negara menggunakan IFRS, berarti negara tersebut telah mengadopsi sistem pelaporan keuangan yang berlaku secara global sehingga memungkinkan pasar dunia mengerti tentang laporan keuangan perusahaan di negara tersebut berasal.
International Financial Reporting Standards (IFRS) dijadikan sebagai referensi utama pengembangan standarakuntansi keuangan di Indonesia karena IFRS merupakan standar yang sangat kokoh. Penyusunannya didukung oleh para ahli dan dewan konsultatif internasional dari seluruh penjuru dunia. Mereka menyediakan waktu cukup dan didukung dengan masukan literatur dari ratusan orang  dari berbagai displin ilmu dan dari berbagai macam jurisdiksi di seluruh dunia. Dengan telah dideklarasikannya program konvergensi terhadap IFRS ini, maka pada tahun 2012 seluruh standar yang dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan IAI akan mengacu kepada IFRS dan diterapkan oleh entitas. Lembaga profesi akuntansi IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) menetapkan bahwa Indonesia melakukan adopsi penuh IFRS pada 1 Januari 2012. Penerapan ini bertujuan agar daya informasi laporan keuangan dapat terus meningkat sehingga laporan keuangan dapat semakin mudah dipahami dan dapat dengan mudah digunakan baik bagi penyusun, auditor, maupun pembaca atau pengguna lain. Dalam melakukan konvergensi IFRS, terdapat dua macam strategi adopsi, yaitu big bang strategy dan gradual strategy. Big bang strategy mengadopsi penuh IFRS sekaligus, tanpa melalui tahapan-tahapan tertentu. Strategi ini digunakan oleh negara –negara maju. Sedangkan pada gradual strategy , adopsi IFRS dilakukan secara bertahap. Strategi ini digunakan oleh negara – Negara berkembang seperti Indonesia.

Tujuan IFRS adalah memastikan bahwa laporan keuangan dan laporan keuangan interim perusahaan untuk periode-periode yang dimaksud dalam laporan keuangan tahunan, mengandung informasi berkualitas:
1. Transparan bagi para pengguna dan dapat dibandingkan sepanjang periode yang disajikan.
2. Menyediakan titik awal yang memadai untuk akuntansi yang berdasarkan pada IFRS.
3. Dapat dihasilkan dengan biaya yang tidak melebihi manfaat untuk para pengguna.

Konvergensi Standar laporan ke Standar Pelaporan Keuangan Internasional (IFRS) :
Penerapan International Financial Accounting Standard (IFRS) di Indonesia saat ini masih belum banyak dilakukan oleh kalangan ekomoni di Indonesia. Padahal penerapan IFRS dalam sistem akuntasi perusahaan akan menjadi salah satu tolak ukur yang menunjukkan kesiapan bangsa Indonesia bersaing di era perdagangan bebas.
IFRS saat ini menjadi topik hangat di kalangan ekonomi, khususnya di kalangan akuntan. IAI telah menetapkan tahun 2012 Indonesia sudah mengadopsi penuh IFRS, khusus untuk perbankan diharapkan tahun 2010. Tapi rupanya sampai sekarang masih kalang kabut, padahal Indonesia sudah mengacu pada IFRS ini sejak 1994.
Di indoensia sebenarnya sebagian perusahaan yang sudah mengacu pada IFRS, pengapdosian IFRS mestinya diikuti pula dengan pengapdosian standar pengauditan internasional. Standar pelaporan keuangan perusahaan tidak akan mendapatkan pengakuan tinggi, bila standar yang digunakan untuk pengauditan masih standar lokal.

Penyebab konvergensi standard pelaporan akuntansi ke IFRS
Indonesia telah memiliki sendiri standar akuntansi yang berlaku di Indonesia. Prinsip atau standar akuntansi yang secara umum dipakai di Indonesia tersebut lebih dikenal dengan nama Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). PSAK disusun dan dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Ikatan Akuntan Indonesia adalah organisasi profesi akuntan yang ada di Indonesia.
Dari revisi tahun 1994 IAI juga telah memutuskan untuk melakukan harmonisasi standar PSAK kepada International Financial Reporting Standard (IFRS). Selanjutnya harmonisasi tersebut diubah menjadi adopsi dan terakhir adopsi tersebut ditujukan dalam bentuk konvergensi terhadap International Financial Reporting Standard. Program konvergensi terhadap IFRS tersebut dilakukan oleh IAI dengan melakukan adopsi penuh terhadap standar internasional (IFRS dan IAS).
Salah satu bentuk revisi standar IAI yang berbentuk adopsi standar international menuju konvergensi dengan IFRS tersebut dilakukan dengan revisi terakhir yang dilakukan pada tahun 2007. Revisi pada tahun 2007 tersebut merupakan bagian dari rencana jangka panjang IAI yaitu menuju konvergensi dengan IFRS sepenuhnya pada tahun 2012.
Terdapat 3 tahapan dalam melakukan konvergensi IFRS di Indonesia, yaitu:
      1.      Tahap adopsi (2008-2010) :
·         Adopsi seluruh IFRS ke PSAK
·         Perisapan infrastruktur yang diperlukan
·         Evaluasi dan kelola dampak adopsi terhadap PSAK yang berlaku
       2.      Tahap Persiapan (2011) :
·         Penyelesaian persiapan infrastruktur yang diperlukan
·         Penerapan secar bertahap beberapa PSAK berbasis IFRS
      3.      Tahap Implementasi (2012) :
·         Penerapan PSAK berbasis IFRS secara bertahap
·         Evaluasi dampak penerepan PSAK secara kompre hensif
Revisi tahun 2007 yang merupakan bagian dari rencana jangka panjang IAI tersebut menghasilkan revisi 5 PSAK yang merupakan revisi yang ditujukan untuk konvergensi PSAK dan IFRS serta reformat beberapa PSAK lain dan penerbitan PSAK baru. PSAK baru yang diterbitkan oleh IAI tersebut merupakan PSAK yang mengatur mengenai transaksi keuangan dan pencatatannya secara syariah. PSAK yang direvisi dan ditujukan dalam rangka tujuan konvergensi PSAK terhadap IFRS adalah:
       1.      PSAK 16 tentang Properti Investasi
       2.      PSAK 16 tentang Aset Tetap
       3.      PSAK 30 tentang Sewa
       4.      PSAK 50 tentang Instrumen Keuangan: Penyajian dan Pengungkapan
       5.      PSAK 55 tentang Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran
PSAK-PSAK hasil revisi tahun 2007 tersebut dikumpulkan dalam buku yang disebut dengan Standar Akuntansi Keuangan per 1 September 2007 dan mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 2008.
Susunan  IFRS meliputi :
1.Penyajian laporan keuangan
2. Pengakuan pendapatan
3. Biaya penggajian
4. Biaya pinjaman
5. Pajak penghasilan
6. Investasi pada perusahaan asosiasi
7. Persediaan
8. Aktiva tetap
9. Aktiva tidak berwujud
10. Sewa
11. Pensiun
12. Penggabungan usaha
13. Kurs valuta asing
14. Operasi segmen
15. Kejadian setelah tanggal neraca

Konsep Pokok IFRS :
1.Tanggal pelaporan (reporting date) adalah tanggal neraca untuk laporan keuangan pertama yang secara eksplisit menyatakan bahwa laporan keuangan tersebut sesuai dengan IFRS(sebagai contoh 31 Desember 2006).
2.Tanggal transisi (transition date) adalah tanggal neraca awal untuk laporan keuangan komparatif tahun sebelumnya (sebagai contoh 1 Januari 2005, jika tanggal pelaporan adalah31 Desember 2006).
Pengecualian untuk penerapan retrospektif IFRS terkait dengan hal-hal berikut:
1. Penggabungan usaha sebelum tanggal transisi
2. Nilai wajar jumlah penilaiankembali yang dapat dianggap sebagai nilai terpilih

Dampak positive penerapan IFRS di Indonesia
Meskipun masih muncul pro dan kontra, sesungguhnya penerapan IFRS ini akan berdampak  positif. Bagi para emiten di Bursa Efek Jakarta (BEI), dengan menggunakan standar pelaporaninternasional itu, para stakeholder akan lebih mudah untuk mengambil keputusan.
   ·         Pertama, laporan keuangan Perusahaan akan semakin mudah dipahami lantaranmengungkapkan detail informasi secara jelas dan transparan.
   ·         Kedua, dengan adanya transparansi tingkat akuntabilitas dan kepercayaan kepadamanajemen akan meningkat.
   ·         Ketiga, laporan keuangan yang disampaikan perusahaan mencerminkan nilai wajarnya.
Di tengah interaksi pelaku ekonomi global yang nyaris tanpa batas, penerapan IFRS juga akanmemperbanyak peluang kepada para emiten untuk menarik investor global. Dengan standar  akuntansi  yang  sama,  investor  asing  tentunya  akan  lebih  mudah  untuk   membandingkan  perusahaan di Indonesia dengan perusahaan sejenis di belahan dunia lain.

Dampak negatif penerapan IFRS di Indonesia
Seperti yang diketahui perekonomian Indonesia adalah berasaskan kekeluargaan. Akan tetapi semakin ke depan perekonomian Indonesia akan mengarah pada Kapitalis. Tidak bisa dipungkiri lagi kebudayaan negara barat (negara capital) dapat mempengaruhi seluruh pola hidupdan pola pikir masyarakat Indonesia dari kehidupan sehari-hari hingga permasalahan ekonomi.
Padahal dalam pasal 33 ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi, “ Perekonomian disusun atas usaha bersama  berdasar atas asas  kekeluargaan”. Disini secara jelas nampak  bahwa  Indonesia menjadikan asas kekeluargaan sebagai pondasi dasar perekonomiannya. Kemudian dalam pasal33  ayat 2 yang berbunyi, “Cabang-cabang  produksi  yang  penting  bagi  negara  dan  yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara”, dan dilanjutkan pada pasal 33 ayat 3yang berbunyi, “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai olehnegara dan di pergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat,”.
Akan tetapi dengan kemunculan IFRS tersebut dapat menyebabkan publik mengingi kan keterbukaan yang amat sangat di dalam dunia investasi. Terutama keterbukaan investor asing untuk berinvestasi di Indonesia. Hal tersebut tentu berseberangan dengan UUD 1945 pasal 33. Terlebih lagi  dengan adanya  Undang-Undang   Penanaman  modal  di tahun  2007  lalu  maka semakin  terlihat jelas bahwa ada indikasi untuk mengalihkan tanggung jawab pemerintah ke penguasa modal (kapitalis).
Hubungannya dengan IFRS adalah, keseragaman global menjadikan masyarakat mudah berburuk sangka bahwa  pemegang kebijakan akuntansi  di Indonesia  adalah  kapitalisme dan mengesampingkan asas perekonomian Indonesia  yang terlihat jelas di Undang-Undang Dasar.Sehingga pada akhirnya akan memunculkan indikasi miring bahwa Indonesia semakin dekat dengan  sistem kapitalisme  dan memudahkan  investor asing untuk  mengeruk kekayaan diIndonesia.
Dampak penerapan IFRS bagi perusahaan sangat beragam tergantung jenis industri, jenistransaksi, elemen laporan keuangan yang dimiliki, dan juga pilihan kebijakan akuntansi. Adanya perubahan besar sampai harus melakukan perubahan sistem operasi dan bisnis perusahaan,namun ada juga perubahan tersebut hanya terkait dengan prosedur akuntansi. Perusahaan perbankan, termasuk yang memiliki dampak perubahan cukup banyak. Tetapi di balik semua perubahan dan dampak yang mungkin terjadi, tidak dapat dipungkiri dengan adanya IFRS makadapat memajukan perekonomian global di Indonesia sehingga mampu bersaing dengan dunialuar.
Serta dengan adanya IFRS, PSAK akan bersifat principle-based  dan memerlukan professional  judgment  dari auditor, sehingga auditor juga dituntut untuk senantiasa meningkatkan kompetensidan integritasnya.




Sumber :


SEJARAH STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN INDONESIA


SEJARAH STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN INDONESIA 

Standar Akuntansi Keuangan (SAK) adalah suatu kerangka dalam prosedur pembuatan laporan keuangan  agar terjadi keseragaman dalam penyajian laporan keuangan. Standar Akuntansi Keuangan (SAK) merupakan hasil perumusan Komite Prinsipil Akuntansi Indonesia pada tahun 1994 menggantikan Prinsip Akuntansi Indonesia tahun 1984.  SAK di Indonesia menrupakan terapan dari beberapa standard akuntansi yang ada seperti, IAS,IFRS,ETAP,GAAP. Selain itu ada juga PSAK syariah dan juga SAP.
Selain untuk keseragaman laporan keuangan, Standar akuntansi juga diperlukan untuk memudahkan penyusunan laporan keuangan, memudahkan auditor serta Memudahkan pembaca laporan keuangan untuk menginterpretasikan dan membandingkan laporan keuangan entitas yang berbeda. Berikut ini adalah sejarah perkembangan standar akuntansi keuangan di Indonesia :
    1.      Zaman Belanda
Sebelum Belanda resmi menjajah Indonesia (1800-1942), perserikatan Maskapai Belanda yang dikenal dengan nama Vereenigde Oost Indish Compagnie (VOC) telah berdiri pada tahun 1602. VOC tersebut merupakan peleburan 14 Maskapai yang beroperasi di Hindia Timur. Pada tahun 1619 VOC membuka cabang di Batavia dan tempat-tempat lain di Indonesia. Kemudian pada abad ke-18 mengalami kemunduran hingga akhirnya VOC dibubarkan pada tanggal 31 Desember 1799. Berkaitan dengan transaksi dagang rempah-rempah yang dilakukan VOC sudah bisa dipastikan Maskapai Belanda tersebut telah melakukan pencacatan.  Sehubungan dengan hal tersebut, Ans Saribanon Sapiie mengemukakan bahwa menurut Stible dan Stroomberg, bukti otentik mengenai pencatatan pembukuan di Indonesia paling dilakukan menjelang abad ke-17. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya sebuah instruksi Gubernur Jenderal VOC pada tahun 1642 yang mengharuskan dilakukan pengurusan pembukuan atas penerimaan uang, pinjaman-pinjaman, dan jumlah uang yang diperlukan untuk pengeluaran (ekspoitasi) garnisun-garnisun dan galangan kapal yang ada di Batavia dan Surabaya.  Pada zaman penjajahan Belanda (setelah bubarnya VOC), catatan pembukuan menekankan pada mekanisme debit kredit, yang dijumpai pada pembukuan Amphioen Socyteit di Batavia yang bergerak di bidang peredaran candu atau morfin.  Selanjutnya berdiri juga perusahaan-perusahaan Belanda yang membuka perwakilan di Indonesia. Untuk catatan pembukuannya merupakan modifikasi sistem Venice-Itali, dan tidak dijumpai adanya kerangka pemikiran konseptual untuk mengembangkan system pencatatan tersebut. Sedangkan, segmen bisnis menengah ke bawah dikuasai oleh pedagang-pedagang keturunan antara lain ada Cina, India dan Arab. Sejalan dengan hal tersebut penyelenggaraan pembukuan dipengaruhi oleh sistem etnis masing-masing. Menurut Hadibroto  mengikhtisarkan pembukuan asal etnis sebagai berikut: 
a. Sistem pembukuan Cina terdiri dari lima kelompok, yaitu: Sistem Hokkian (Amoy), system Kanton, system Hokka, system Tio Tjoe/system swatoe, system gaya baru 
b. Sistem pembukuan India atau system Bombay 
c. Sistem pembukuan Arab atau Hadramaut 
Adapun dalam masa penjahahan Jepang (1942 – 1945) pembukuan tidak mengalami perubahan yang cukup berarti, tetap menggunakan pola Belanda. Karena banyak orang Belanda yang ditangkap oleh Jepang, maka tenaga pengajar untuk sistem pembukuan berkurang.  Pada masa tersebut tercatat yang menjadi tenaga pengajar pembukuan adalah  J.E de I’duse, Akuntan, Dr. Abutari, Akuntan, J.D Massie  dan R.S. Koesoemoputra.  Jepang  juga mengajarkan  pembukuan dalam huruf kanji tetapi tidak diajarkan pada orang-orang Indonesia.  
    2.      Tahun 1945-1955
Pada tahun 1947 hanya ada satu orang akuntan yang berbangsa Indonesia yaitu Prof. Dr. Abutari (Soermarso 1995). Praktik akuntansi model Belanda masih digunakan selama era setelah kemerdekaan (1950an). Pendidikan dan pelatihan akuntansi masih didominasi oleh sistem akuntansi model Belanda. Nasionalisasi atas perusahaan yang dimiliki Belanda dan pindahnya orang orang Belanda dari Indonesia pada tahun 1958 menyebabkan kelangkaan akuntan dan tenaga ahli 
    3.      Tahun 1974
Pada tahun 1974 dibentuk Komite Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI) yang bertugas menyusun dan mengembangkan standar akuntansi keuangan. Komite PAI telah bertugas selama empat periode kepengurusan IAI sejak tahun 1974 hingga 1994 dengan susunan personel yang terus diperbarui. 
    4.      Tahun 1984
Prinsip Akuntansi di Indonesia ditetapkan menjadi standar Akuntansi. Pada masa itu, komite PAI melakukan revisi secara mendasar PAI 1973 dan kemudian mengkondifikasikannya dalam buku ”Prinsip Akuntansi Indonesia 1984” dengan tujuan untuk menyesuaikan ketentuan akuntansi dengan perkembangan dunia usaha.
    5.      Akhir Tahun 1984.
Standar Akuntansi di Indonesia mengikuti standar yang bersumber dari IASC (International Accounting Standart Committee).
    6.      Tahun 1994
Komite PAI melakukan revisi mendasar PAI 1973 dan kemudian menerbitkan Prinsip Akuntansi Indonesia PAI 1994. Menjelang akhir tahun 1994 Komite Standar Akuntansi memulai suatu revisi besar atas prinsip – prinsip akuntansi Indonesia dengan mengumumkan pernyataan – pernyataan standar akutansi tambahan dan menerbitkan interpretasi atas standar tersebut. Revisi ini menghasilkan 35 peryataan standar akuntansi keuangan, yang sebagian besar adalah hasil harmonisasi dengan IAS yang dikeluarkan oleh IASB.
Perubahan patokan standar keuangan dari US GAAP ke IFRS. Hal ini telah menjadi kebijakan Komite Standar Akuntansi Keuangan untuk menggunakan International Accounting Standards sebagai dasar membangun standar keuangan Indonesia. Pada tahun 1995, IAI melakukan revisi besar untuk menerapkan standar – standar akuntansi baru, IAS mendominasi isi dari standar ini selain US GAAP dan dibuat sendiri.
    7.      Tahun 2008
Di Indoesia PSAK akan dikonvergensi secara penuh ke dalam IFRS melalui tiga tahapan, yaitu tahap adopsi, tahap persiapan akhir, dan tahap implementasi. Berikut adalah gambaran ketiga tahap tersebut. Tahap adopsi dilakukan pada periode 2008-2011 meliputi aktivitas adopsi seluruh IFRS ke PSAK, persiapan infrastruktur, evaluasi terhadap PSAK yang berlaku. Pada 2009 proses adopsi IFRS/ IAS mencakup:
a.       PSAK disahkan 23 Desember 2009
·         PSAK 1 (revisi 2009): Penyajian Laporan Keuangan
·         PSAK 2 (revisi 2009): Laporan Arus Kas
·         PSAK 4 (revisi 2009): Laporan Keuangan Konsolidasian dan Laporan Keuangan Tersendiri
·         PSAK 5 (revisi 2009): Segmen Operasi
·         PSAK 12 (revisi 2009): Bagian Partisipasi dalam Ventura Bersama
·         PSAK 15 (revisi 2009): Investasi Pada Entitas Asosiasi
·         PSAK 25 (revisi 2009): Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi, dan Kesalahan
·         PSAK 48 (revisi 2009): Penurunan Nilai Aset
·         PSAK 57 (revisi 2009): Provisi, Liabilitas Kontinjensi, dan Aset Kontinjensi
·         PSAK 58 (revisi 2009): Aset Tidak Lancar yang Dimiliki untuk Dijual dan Operasi yang Dihentikan

b.      Interpretasi disahkan 23 Desember 2009:
·         ISAK 7 (revisi 2009): Konsolidasi Entitas Bertujuan Khusus
·         ISAK 9: Perubahan atas Liabilitas Purna Operasi, Liabilitas Restorasi, dan Liabilitas Serupa
·         ISAK 10: Program Loyalitas Pelanggan
·         ISAK 11: Distribusi Aset Nonkas Kepada Pemilik
·         ISAK 12: Pengendalian Bersama Entitas: Kontribusi Nonmoneter oleh Venturer

c.       PSAK disahkan sepanjang 2009 yang berlaku efektif tahun 2010:
·         PPSAK 1: Pencabutan PSAK 32: Akuntansi Kehutanan, PSAK 35: Akuntansi Pendapatan Jasa Telekomunikasi, dan PSAK 37: Akuntansi Penyelenggaraan Jalan Tol
·         PPSAK 2: Pencabutan PSAK 41: Akuntansi Waran dan PSAK 43: Akuntansi Anjak Piutang
·         PPSAK 3: Pencabutan PSAK 54: Akuntansi Restrukturisasi Utang Piutang bermasalah
·         PPSAK 4: Pencabutan PSAK 31 (revisi 2000): Akuntansi Perbankan, PSAK 42: Akuntansi Perusahaan Efek, dan PSAK 49: Akuntansi Reksa Dana
·         PPSAK 5: Pencabutan ISAK 06: Interpretasi atas Paragraf 12 dan 16 PSAK No. 55 (1999) tentang Instrumen Derivatif Melekat pada Kontrak dalam Mata Uang Asing

d.      PSAK yang disahkan 19 Februari 2010:
·         PSAK 19 (2010): Aset tidak berwujud
·         PSAK 14 (2010): Biaya Situs Web
·         PSAK 23 (2010): Pendapatan
·         PSAK 7 (2010): Pengungkapan Pihak-Pihak Yang Berelasi
·         PSAK 22 (2010): Kombinasi Bisnis (disahkan 3 Maret 2010)
·         PSAK 10 (2010): Transaksi Mata Uang Asing (disahkan 23 Maret 2010
·         ISAK 13 (2010): Lindung Nilai Investasi Neto dalam Kegiatan Usaha Luar Negeri

e.       Exposure Draft Public Hearing 27 April 2010
·         ED PSAK 24 (2010): Imbalan Kerja
·         ED PSAK 18 (2010): Program Manfaat Purnakarya
·         ED ISAK 16: Perjanjian Konsesi Jasa (IFRIC 12)
·         ED ISAK 15: Batas Aset Imbalan Pasti, Persyaratan Pendanaan Minimum dan Interaksinya.
·         ED PSAK 3: Laporan Keuangan Interim
·         ED ISAK 17: Laporan Keuangan Interim dan Penurunan Nilai

f.       Exposure Draft PSAK Public Hearing 14 Juli 2010
·         ED PSAK 60: Instrumen Keuangan: Pengungkapan
·         ED PSAK 50 (R 2010): Instrumen Keuangan: Penyajian
·         ED PSAK 8 (R 2010): Peristiwa Setelah Tanggal Neraca
·         ED PSAK 53 (R 2010): Pembayaran Berbasis Saham

g.      Exposure Draft PSAK Public Hearing 30 Agustus 2010
·         ED PSAK 46 (Revisi 2010) Pajak Pendapatan
·         ED PSAK 61: Akuntansi Hibah Pemerintah Dan Pengungkapan Bantuan Pemerintah
·         ED PSAK 63: Pelaporan Keuangan dalam Ekonomi Hiperinflasi
·         ED ISAK 18: Bantuan Pemerintah-Tidak Ada Relasi Specifik dengan Aktivitas Operasi
·         ED ISAK 20: Pajak Penghasilan-Perubahan dalam Status Pajak Entitas atau Para Pemegang sahamnya

    8.      Tahun 2012
International Financial Reporting Standards (IFRS) dijadikan sebagai referensi utama pengembangan standarakuntansi keuangan di Indonesia karena IFRS merupakan standar yang sangat kokoh. Penyusunannya didukung oleh para ahli dan dewan konsultatif internasional dari seluruh penjuru dunia. Mereka menyediakan waktu cukup dan didukung dengan masukan literatur dari ratusan orang  dari berbagai displin ilmu dan dari berbagai macam jurisdiksi di seluruh dunia. Dengan telah dideklarasikannya program konvergensi terhadap IFRS ini, maka pada tahun 2012 seluruh standar yang dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan IAI akan mengacu kepada IFRS dan diterapkan oleh entitas. Lembaga profesi akuntansi IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) menetapkan bahwa Indonesia melakukan adopsi penuh IFRS pada 1 Januari 2012. Penerapan ini bertujuan agar daya informasi laporan keuangan dapat terus meningkat sehingga laporan keuangan dapat semakin mudah dipahami dan dapat dengan mudah digunakan baik bagi penyusun, auditor, maupun pembaca atau pengguna lain.


Sumber