Rabu, 27 Juni 2012

Investasi dan Penanaman Modal#perekonomian Indonesia


Investasi
Investasi adalah penanaman modal untuk biasanya berjangka panjang dengan harapan mendapatkan keuntungan di masa yang akan datang sebagai kompensasi secara profesional atas penundaan konsumsi, dampak inflasi dan resiko yang ditanggung. Keputusan investasi dapat dilakukan individu, dari investasi tersebut yang dapat berupa capital gain/loss dan yield. Alasan seorang investor melakukan investasi adalah untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik di masa yang akan datang serta untuk menghindari merosotnya nilai kekayaan yang dimiliki.
Peranan modal dalam meningkatkan PNB (Pendapatan Nasional Bruto)
penanaman modal adalah kegiatan yang dilakukan penanam modal yang berhubungan dengan keuangan dan ekonomi dengan harapan untuk mendapatkan keuntungan di masa depan.
Penanaman modal berperan sebagai sarana investasi yang melibatkan seluruh potensi masyarakat, baik yang berada di dalam negeri maupun luar negeri dengan cara berinvestasi/penanaman modal dalam negeri dan modal itu dapat berupa modal sendiri ataupun modal bersama.
Selain itu, penanaman modal juga berperan sebagai sarana untuk mengukur pembangunan suatu Negara  dan juga pendapatan nasional bruto. Pendapatan nasional  dapat diartikan sebagai suatu angka atau nilai yang menggambarkan seluruh produksi, pengeluaran, ataupun pendapatan yang dihasilkan dari semua pelaku atau sektor ekonomi dari suatu Negara dalam kurun waktu tertentu.
Pendapatan nasional sering digunakan sebagai indikator ekonomi dalam hal menentukan laju tingkat perkembangan atau pertumbuhan perekonomian, mengukur keberhasilan suatu Negara dalam mencapai tujuan pembangunan ekonominya, serta membandingkan tingkat kesejahteraan masyarakat.
Oleh karena itu, penanaman modal tersebut sangat berperan penting dalam meningkatkan PNB karena semakin besar investasi yang dilakukan di suatu Negara maka tingkat PNB Negara tersebut juga akan semakin baik yang menggambarkan semakin baik pula tingkat kesehatan ekonomi suatu negara.

Penanaman Modal Dalam Negeri
Peranan modal dalam negeri sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi Negara. Melihat perekonomian Indonesia masih rendah akibat krisis yang melanda membuat pemerintah terdorong untuk mencari sumber-sumber pembiayaan pembangunan baik yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri. Kedudukan penanaman modal dalam negeri yang terpenting adalah pendapatan nasional karena dapat memanfaatkan kekayaan yang dimiliki oleh pihak Negara.
Fungsi serta kedududukannya juga sangat penting karena merupakan asset Negara untuk meningkatkan pendapatan dan pertumbuhan Negara. Fungsinya adalah untuk pengumpulan, pengelolaan, perencanaan dan perumusan kebijakan teknis bidang penanaman modal.
Perkembangan modal dalam negeri belum berkembang padahal kekayaan alam yang dimiliki begitu melimpah tetapi tidak dimanfaatkan dengan baik. Padahal, dengan memanfaaatkan kekayaan alam pemerintah dapat melakukan suatu bidang usaha atau semacamnya yang dapat meningkatkan pendapatan nasional dengan cara penggabungan faktor-faktor produksi. Namun sayangnya, pada kenyataannya pemerintah lebih banyak menggunakan modal asing.
Penanaman modal dalam negeri memberikan peranan dalam pembangunan ekonomi di negara-negara sedang berkembang, hal ini terjadi dalam berbagai bentuk. Modal Investasi mampu mengurangi kekurangan tabungan dan melalui pemasukan peralatan modal dan bahan mentah, dengan demikian menaikkan laju pemasukan modal. Selain itu tabungan dan investasi yang rendah mencerminkan kurangnya modal di negara keterbelakangan teknologi. Bersamaan dengan modal uang dan modal fisik, modal Investasi yang membawa serta keterampilan teknik, tenaga ahli, pengalaman organisasi, informasi pasar, teknik-tekink produksi maju, pembaharuan produk dan lain-lain. Selain itu juga melatih tenaga kerja setempat pada keahlian baru. Semua ini pada akhirnya akan mempercepat pembangunan ekonomi Negara terbelakang.

Penanaman Modal Asing
Modal asing merupakan salah satu sumber yang menjadi sasaran pemerintah untuk membantu proses pertumbuhan ekonomi di Indonesia dan juga merupakan kekayaan devisa Negara. Modal asing juga sebagai pengisi kesenjangan antara persediaan tabungan devisa, penerimaan pemerintah, keterampilan manajerial serta untuk mencapai pertumbuhan.

Isu Penanaman Modal Asing
Gugatan atas keberadaan Freeport  di Papua tak sepenuhnya mencerminkan keinginan menyelesaikan ganjalan “ekonomi politik” secara wajar. Di negeri ini, banyak orang menggugat eksistensi Freeport yang dianggap merugikan Indonesia, tapi umumnya mereka tak banyak peduli pada dampak riilnya bagi warga Papua. Freeport sendiri juga telah mengklaim telah menambah royalti kepada Pemerintah, tapi di sisi lain mayoritas rakyat Papua tetap miskin dan terkebelakang.

Seharusnya gugatan terkait isu dominasi asing dalam perekonomian Indonesia  tak semata didasarkan pada klaim konstitusionalitas, tapi harus sungguh berorientasi pada kepentingan riil masyarakat, khususnya masyarakat lokal. Ketika eksploitasi SDA berlangsung tanpa kendali, seperti di Papua, komunitas lokallah yang kelak paling merasakan dampak buruknya untuk jangka menengah dan panjang.

Dalam jangka pendek, sebagian kecil warga lokal mungkin dilibatkan dalam pekerjaan eksploitasi SDA di daerahnya, tapi dalam jangka menengah dan panjang, komunitas lokal dan keturunannya jelas akan menderita, karena tanah ulayat mereka telah rusak dan kekayaan di dalamnya telah dikuras habis para pemodal yang ditopang kekuasaan politik.


Referensi :

Masalah Pokok Perekonomian Indonesia#Perekonomian Indonesia


A. PENGANGGURAN
Pengangguran atau tuna karya adalah istilah untuk orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak. Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja atau para pencari kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang ada yang mampu menyerapnya. Pengangguran seringkali menjadi masalah dalam perekonomian karena dengan adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah-masalah sosial lainnya.
Tingkat pengangguran dapat dihitung dengan cara membandingkan jumlah pengangguran dengan jumlah angkatan kerja yang dinyatakan dalam persen. Ketiadaan pendapatan menyebabkan penganggur harus mengurangi pengeluaran konsumsinya yang menyebabkan menurunnya tingkat kemakmuran dan kesejahteraan. Pengangguran yang berkepanjangan juga dapat menimbulkan efek psikologis yang buruk terhadap penganggur dan keluarganya. Tingkat pengangguran yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan kekacauan politik keamanan dan sosial sehingga mengganggu pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Akibat jangka panjang adalah menurunnya GNP dan pendapatan per kapita suatu negara. Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, dikenal istilah "pengangguran terselubung" di mana pekerjaan yang semestinya bisa dilakukan dengan tenaga kerja sedikit, dilakukan oleh lebih banyak orang.
Jenis & macam pengangguran
Berdasarkan jam kerja
Berdasarkan jam kerja, pengangguran dikelompokkan menjadi 3 macam:
      ·    Pengangguran Terselubung (Disguised Unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena suatu alasan tertentu.
      ·    Setengah Menganggur (Under Unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena tidak ada lapangan pekerjaan, biasanya tenaga kerja setengah menganggur ini merupakan tenaga kerja yang bekerja kurang dari 35 jam selama seminggu.
     ·     Pengangguran Terbuka (Open Unemployment) adalah tenaga kerja yang sungguh-sungguh tidak mempunyai pekerjaan. Pengganguran jenis ini cukup banyak karena memang belum mendapat pekerjaan padahal telah berusaha secara maksimal.

Berdasarkan penyebab terjadinya
Berdasarkan penyebab terjadinya, pengangguran dikelompokkan menjadi 7 macam:
     ·         Pengangguran friksional (frictional unemployment)
Pengangguran friksional adalah pengangguran yang sifatnya sementara yang disebabkan adanya kendala waktu, informasi dan kondisi geografis antara pelamar kerja dengan pembuka lamaran pekerja tidak mampu memenuhi persyaratan yang ditentukan pembuka lapangan kerja. Semakin maju suatu perekonomian suatu daerah akan meningkatkan kebutuhan akan sumber daya manusia yang memiliki kualitas yang lebih baik dari sebelumnya.
      ·         Pengangguran konjungtural (cycle unemployment)
Pengangguran konjungtoral adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan gelombang (naik-turunnya) kehidupan perekonomian/siklus ekonomi.
      ·         Pengangguran struktural (structural unemployment)
Pengangguran struktural adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan struktur ekonomi dan corak ekonomi dalam jangka panjang. Pengangguran struktural bisa diakibatkan oleh beberapa kemungkinan, seperti:
o   Akibat permintaan berkurang
o   Akibat kemajuan dan pengguanaan teknologi
o   Akibat kebijakan pemerintah
     ·         Pengangguran musiman (seasonal Unemployment)
Pengangguran musiman adalah keadaan menganggur karena adanya fluktuasi kegiaan ekonomi jangka pendek yang menyebabkan seseorang harus nganggur. Contohnya seperti petani yang menanti musim tanam, pedagang durian yang menanti musim durian.
     ·         Pengangguran siklikal
Pengangguran siklikal adalah pengangguran yang menganggur akibat imbas naik turun siklus ekonomi sehingga permintaan tenaga kerja lebih rendah daripada penawaran kerja.
     ·         Pengangguran teknologi
Pengangguran teknologi adalah pengangguran yang terjadi akibat perubahan atau penggantian tenaga manusia menjadi tenaga mesin-mesin.
      ·         Pengangguran siklus
Pengangguran siklus adalah pengangguran yang diakibatkan oleh menurunnya kegiatan perekonomian karena terjadi resesi. Pengangguran siklus disebabkan oleh kurangnya permintaan masyarakat (aggrerate demand)

Beberapa hal yang menyebabkan pengangguran antara lain:
      ·         Penduduk  yang relatif banyak
      ·         Pendidikan dan keterampilan yang rendah
      ·         Angkatan kerja tidak dapat memenuhi persyaratan yang diminta dunia kerja
      ·         Teknologi yang semakin modern
      ·         Pengusaha yang selalu mengejar keuntungan dengan cara melakukan penghematan-penghematan.
      ·         Penerapan rasionalisasi
      ·         Adanya lapangan kerja yang dengan dipengaruhi musim
      ·         Ketidakstabilan perekonomian, politik dan keamanan suatu  negara

     
B. INFLASI
Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidaklancaran distribusi barang. Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-memengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga. Ada banyak cara untuk mengukur tingkat inflasi, dua yang paling sering digunakan adalah CPI danGDP Deflator.
Inflasi dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu inflasi ringan, sedang, berat, dan hiperinflasi. Inflasi ringan terjadi apabila kenaikan harga berada di bawah angka 10% setahun; inflasi sedang antara 10%—30% setahun; berat antara 30%—100% setahun; dan hiperinflasi atau inflasi tak terkendali terjadi apabila kenaikan harga berada di atas 100% setahun.

Penyebab Terjadinya Inflasi
Inflasi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu tarikan permintaan (kelebihan likuiditas/uang/alat tukar) dan yang kedua adalah desakan(tekanan) produksi dan/atau distribusi (kurangnya produksi (product or service) dan/atau juga termasuk kurangnya distribusi). Untuk sebab pertama lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan moneter (Bank Sentral), sedangkan untuk sebab kedua lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan eksekutor yang dalam hal ini dipegang oleh Pemerintah (Government) seperti fiskal (perpajakan/pungutan/insentif/disinsentif), kebijakan pembangunan infrastruktur, regulasi, dll.
Inflasi tarikan permintaan (Inggris: demand pull inflation) terjadi akibat adanya permintaan total yang berlebihan dimana biasanya dipicu oleh membanjirnya likuiditas di pasar sehingga terjadi permintaan yang tinggi dan memicu perubahan pada tingkat harga. Bertambahnya volume alat tukar atau likuiditas yang terkait dengan permintaan terhadap barang dan jasa mengakibatkan bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor produksi tersebut. Meningkatnya permintaan terhadap faktor produksi itu kemudian menyebabkan harga faktor produksi meningkat. Jadi, inflasi ini terjadi karena suatu kenaikan dalam permintaan total sewaktu perekonomian yang bersangkutan dalam situasi full employment dimanana biasanya lebih disebabkan oleh rangsangan volume likuiditas dipasar yang berlebihan. Membanjirnya likuiditas di pasar juga disebabkan oleh banyak faktor selain yang utama tentunya kemampuan bank sentral dalam mengatur peredaran jumlah uang, kebijakan suku bunga bank sentral, sampai dengan aksi spekulasi yang terjadi di sektor industri keuangan.
Inflasi desakan biaya (Inggris: cost push inflation) terjadi akibat adanya kelangkaan produksi dan/atau juga termasuk adanya kelangkaan distribusi, walau permintaan secara umum tidak ada perubahan yang meningkat secara signifikan. Adanya ketidak-lancaran aliran distribusi ini atau berkurangnya produksi yang tersedia dari rata-rata permintaan normal dapat memicu kenaikan harga sesuai dengan berlakunya hukum permintaan-penawaran, atau juga karena terbentuknya posisi nilai keekonomian yang baru terhadap produk tersebut akibat pola atau skala distribusi yang baru. Berkurangnya produksi sendiri bisa terjadi akibat berbagai hal seperti adanya masalah teknis di sumber produksi (pabrik, perkebunan, dll), bencana alam, cuaca, atau kelangkaan bahan baku untuk menghasilkan produksi tsb, aksi spekulasi (penimbunan), dll, sehingga memicu kelangkaan produksi yang terkait tersebut di pasaran. Begitu juga hal yang sama dapat terjadi pada distribusi, dimana dalam hal ini faktor infrastruktur memainkan peranan yang sangat penting.
Meningkatnya biaya produksi dapat disebabkan 2 hal, yaitu :
kenaikan harga, misalnya bahan baku dan kenaikan upah/gaji, misalnya kenaikan gaji PNS akan mengakibatkan usaha-usaha swasta menaikkan harga barang-barang.
Penggolongan Inflasi
Berdasarkan asalnya, inflasi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu inflasi yang berasal dari dalam negeri dan inflasi yang berasal dari luar negeri. Inflasi berasal dari dalam negeri misalnya terjadi akibat terjadinya defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan cara mencetak uang baru dan gagalnya pasar yang berakibat harga bahan makanan menjadi mahal. Sementara itu, inflasi dari luar negeri adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat naiknya harga barang impor. Hal ini bisa terjadi akibat biaya produksi barang di luar negeri tinggi atau adanya kenaikan tarif impor barang.
Inflasi juga dapat dibagi berdasarkan besarnya cakupan pengaruh terhadap harga. Jika kenaikan harga yang terjadi hanya berkaitan dengan satu atau dua barang tertentu, inflasi itu disebut inflasi tertutup (Closed Inflation). Namun, apabila kenaikan harga terjadi pada semua barang secara umum, maka inflasi itu disebut sebagai inflasi terbuka (Open Inflation). Sedangkan apabila serangan inflasi demikian hebatnya sehingga setiap saat harga-harga terus berubah dan meningkat sehingga orang tidak dapat menahan uang lebih lama disebabkan nilai uang terus merosot disebut inflasi yang tidak terkendali (Hiperinflasi).
1. Berdasarkan keparahannya inflasi juga dapat dibedakan :       
            ·         Inflasi ringan (kurang dari 10% / tahun)
            ·         Inflasi sedang (antara 10% sampai 30% / tahun)
            ·         Inflasi berat (antara 30% sampai 100% / tahun)
            ·         Hiperinflasi (lebih dari 100% / tahun)

2. Berdasarkan timbulnya inflasi
            ·         inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestic inflation), inflasi ini timbul karena defisit anggaran belanja negara dan gagalnya pasar yang berakibat harga kebutuhan pokok menjadi mahal.
             ·         inflasi yang berasal dari luar negeri (imported inflation), terjadi karena kenaikan harga barang di negara lain, biaya produksi barang luar negeri tinggi, kenaikan impor tarif baran.


3. Berdasarkan sebab-sebab timbulnya inflasi, dapat digolongkan:
a. Tarikan permintaan (demand pull inflation).
inflasi ini terjadi karena permintaan agregat masyarakat akan berbagai macam barang terus meningkat, misalnya:
       ·         bertambahnya pengeluaran pemerintah yang dibiayai dengan pencetakan uang baru
       ·         bertambahnya pengeluaran investasi swasta karena kemudahan kredit bank
b. Desakan biaya (cost push inflation)
inflasi ini diakibatkan oleh kenaikan ongkos produksi, biasanya diawali dengan:
kenaikan biaya produksi, seperti :
      ·         kenaikan upah,
      ·         kenaikan harga bahan modal.
      ·         berkurangnya jumlah penawaran.
      ·         naiknya harga barang yang dibarengi dengan turunnya jumlah produksi.

     
C. HUBUNGAN ANTARA PENGANGGURAN DENGA INFLASI


 Kurva Phillips menggambarkan adanya hubungan negatif antara laju inflasi dengan pengangguran: Laju inflasi tinggi, pengangguran rendah (dan output tinggi). Akan tetapi kebalikannya juga justru dapat terjadi yakni kenaikan harga-harga secara umum, yang dilihat dari laju inflasi akan menurunkan output (produksi nasional) dan dengan sendirinya meningkatkan
pengangguran. Hubungan inflasi, output dan pengangguran (tiga hal yang sangat sentral dalam kebijakan makroekonomi) sangat ditentukan oleh aggregat penawaran dan permintaan terhadap barang-barang dan jasa-jasa. Apabila aggregat permintaan meningkat, permintaan terhadap tenaga kerja akan meningkat (dengan sendirinya
pengangguran berkurang) dan produksi nasional juga meningkat (dengan sendirinya pertumbuhan ekonomi meningkat). Akan tetapi, sebaliknya kenaikan aggregat permintaan tersebut akan menaikkan harga-harga (meningkatkan laju inflasi). Ini yang dinamakan hubungan negatif inflasi dan pengangguran. Di tahun 50-an dan 60-an, hubungan negatif ini luas ditemukan di negeri maju seperti Inggris dan Amerika.
Bagaimana bila terjadi penurunan dalam aggregat penawaran terhadap barang-barang dan jasa-jasa? Penurunan penawaran dengan sendirinya berakibat pada “seolah” kenaikan dalam permintaan. Akibatnya harga-harga meningkat (inflasi meningkat).
Akan tetapi karena penawaran menurun ini berarti permintaan terhadap tenaga kerja juga menurun yang dengan sendirinya menurunkan produksi nasional. Akhirnya yang terjadi adalah inflasi tinggi dan pengangguran tinggi (dan pertumbuhan ekonomi rendah). Ini yang luas terjadi di tahun 70-an ketika terjadi resesi ekonomi global.

Referensi :



Kebijakan Pemerintah#Perekonomian Indonesia


A.  Kebijakan Per Periode 
     ·         Periode 1966-1969
Kebijaksanaan pemerintah ini lebih diarahkan kepada proses perbaikan dan pembersihan di semua sector dari unsure-unsur peninggalan pemerintah orde lama, terutama dari Paham Komunis. Mengupayakan penurunan tingkat inflasi yang masih sangat tinggi.
·         Periode Pelita I
Dimulai dengan Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 1970, mengenai Penyempurnaan Tata Niaga Bidang Ekspor dan Impor dan Peraturn Agustus 1971, mengenai Devaluasi Mata Uang Rupiah Terhadap Dolar, dengan sasaran pokoknya adalah :
    o   Kestabilan harga bahan pokok,
    o   Peningkatan Nilai Ekspor,
    o   Kelancaran Impor,
    o   Penyebaran Barang di Dalam Negeri.

      ·          Periode Pelita II
Kebijaksanaannya mengenai Perkreditan untuk mendorong para eksportir kecil dan menengah,   mendorong kemajuan pengusaha kecil atau ekonomi lemah dengan produk Kredit Investasi Kecil (KIK).
 Kebijaksanaan Fiskal, Penghapusan pajak ekspor untuk mempertahankan daya saing komoditi ekspor di pasar dunia untuk menggalakkan penanaman modal asing dan dalam negeri guna mendorong Investasi Dalam Negeri.

Kebijaksanaan 15 November 1978, Menaikkan hasil produksi nasional, menaikkan daya saing komoditi ekspor yang lemah karena adanya inflasi yang besarnya rata-ratanya 34 % akibatnya kurang dapat bersaing dengan produk sejenis dari Negara lain dan adanya resesi dan krisis dunia pada tahun 1979.

    ·         Periode Pelita III Kebijaksanaanya meliputi : Paket Januari 1982, Tatacara pelaksanaan Ekspor-Impor dan Lalu lintas devisa. Diterapkan kemudahan dalam hal pajak yang dikenakan terhadap komoditi ekspor, serta kemudahan dalam hal kredit untuk komoditi ekspor. Paket Kebijaksanaan Imbal Beli (Counter Purchase), keharusan eksportir maupun importer uar negeri untuk membeli barang-barang Indonesia dalam jumlah yang sama. Kebijaksanaan Devaluasi 983, yakni Dengan menurunkan nilai tukar Rupiah terhadap mata uang dolar dari Rp 625/$ menjadi Rp 970/$ dengan harapan gairah ekspor dapat meningkat sehingga permintaan Negara menjadi lebih banyak dan komoditi impor menjadi lebih mahal karena diperlukan lebih banyak rupiah untuk mendapatkannya.

    ·         Periode Pelita IV Kebijaksanaannya adalah : o Kebijaksanaan INPRES No. 4 Tahun 1985, dilatarbelakangi oleh keinginan untuk meningkatkan ekspor non-migas.
Paket Kebijaksaan 6 Mei 1986 (PAKEM), dikeluarkan dengan tujuan untuk mendorong sector swasta di bidang ekspor maupun di bidang penanaman modal.
Paket Devaluasi 1986, ditempuh karena jatuhnya harga minyak di pasaran dunia yang mengakibatkan penerimaan pemerintah turun.
Paket Kebijaksanaan 25 Oktober 1986, merupakan deregulasi di bidang perdagangan, moneter dan penanaman modal dengan melakukan Penurunan Bea masuk impor untuk komoditi bahan penolong dan bahan baku, proteksi produksi yang lebih efisien, kebijaksanaan penanaman modal.
Paket Kebijaksaan 15 Januari 1987, melakukan peningkatan efisiensi, inovasi dan produktivitas beberapa sector indutri dalam rangka meningkatkan ekspor non-migas.
Paket Kebijaksanaan 24 Desember 1987 (PAKDES), melakukan restrukturisasi bidang ekonomi.
Paket 27 Oktober 1988, Kebijaksanaan deregulasi untuk menggairahkan pasar modal dan menghimpun dana masyarakat guna biaya pembangunan.
Paket Kebijaksanaan 21 November 1988 (PAKNOV), melakukan deregulasi dan debirokratisasi di bidang perdagangan dan hubungan Laut.
Paket Kebijaksanaan 20 Desember 1988 (PAKDES), memberikan keleluasaan bagi pasar modal dan perangkatnya untuk melakukan aktivitas yang lebih produktif.
     ·           Periode Pelita V Lebih diarahkan kepada pengawasan, pengendalian dan upaya kondusif guna mempersiapkan proses tinggal landas menuju Rencana Pembangunan Jangka Panjang Tahap Kedua.

     B. Kebijakan Moneter
       Sekumpulan tindakan pemerintah di dalam mengatur perekonomian melalui peredaran uang dan tingkat suku bunga.

Kebijakan ini ditempuh untuk mengantisipasi pengaruh-pengaruh baik yang positif/sebaliknya dari peredaran uang dan tingkat suku bunga yang berlaku di masyarakat. Kebijaksanaan moneter ini dijalankan oleh Pemerintah melalui Lembaga Keuangan, yaitu Bank Indonesia. Bank Indonesia adalah Satu-satunya Bank Sentral yang memiliki tugas :
1. Membantu pemerintah dalam mengelola (menyimpan dan meminjami) dana pemerintah yang akan digunakan untuk pembangunan.
2. Membantu para bank umum dalam kegiatan operasional dana yang dimiliki atau dibutuhkannya.
3. Sebagai Lembaga Pengawasan Kegiatan Lembaga Keuangan, Mengawasi produk-produk yang dikeluarkan oleh masing-masing Lembaga keuangan yang dapat mempengaruhi iklim investasi dan peredaran uang.
4. Lembaga pengawas kegiatan ekonomi di Sektor Luar Negeri
5. Memperlancar kegiatan perekonomian dengan cara mencetak uang kartal (logam dan kertas). Kebijaksanaan Moneter dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu :
         1. Kebijaksanaan Moneter Kuantitatif Dijalankan dengan mengatur uang beredar dan tingkat suku bunga dari segi kualitasnya. Kebijaksanaan ini dijalankan dengan 3 cara, yaitu :
               
§ Dengan melakukan Operasi Pasar Terbuka
               
§ Merubah Tingkat Suku Bunga Diskonto
               
§ Merubah Prosentase Cadangan Minimal yang Harus Dipenuhi oleh Setiap Bank Umum
         2. Kebijaksanaan Moneter Kualitatif Dengan mengatur dan menghimbau pihak bank umum/lembaga keuangan lainnya, baik manajemennya maupun produk yang ditawarkan kepada masyarakat guna mendukung kebijaksanaan moneter kuantitatif yang sedang dilaksanakan oleh Bank Indonesia.

    

     

     C. Kebijakan Fiskal
      Suatu tindakan pemerintah dalam mengatur perekonomian melalui anggaran belanja Negara, biasanya dikaitkan dengan masalah perpajakan.
 
      Kebijaksanaan fiscal juga sebagai Kebijaksanaan pemerintah di sector perpajakan. Pajak dapat dibagi dalam :
1. Pajak Regresif Pajak yang besar kecilnya nilai harus dibayarkan, ditetapkan berbanding terbalik dengan besar pendapatan wajib pajak.
2. Pajak Sebanding Pajak yang besar kecilnya sama untuk berbagai tingkat pendapatan.
3. Pajak Progresif Pajak yang besar kecilnya ditetapkan searah dengan besarnya pendapatan wajib pajak, semakin tinggi pendapatan maka akan semakin besar pula pajak yang harus dibayarkan. Pajak adalah Sebagai salah satu sumber penerimaan pemerintah yang cukup potensial, sebagai alat pengendali tingkat pengeluaran masyarakat, dapat membantu pemerintah dalam hal menekan pengeluaran, alat untuk lebih meratakan hasil distribusi pendapatan dan kekayaan masyarakat. Dengan pajak progresif dpat dilakukan upaya untuk mempersempit tingkat kesenjangan antara golongan ekonomi lemah dan kuat.

D. Kebijakan Fiskal dan Moneter di Sektor Luar Negeri Di Sektor Luar Negeri
     kedua kebijaksanaan ini memiliki istilah Kebijaksanaan menekan dan memindah Pengeluaran.

1. Kebijaksanaan menekan pengeluaran Dilakukan dengan cara mengurangi tingkat konsumsi/pengeluaran yang dilakukan oleh para pelaku ekonomi di Indonesia. Cara-cara yang ditempuh adalah :
           a. Menaikkan pajak pendapatan
           b. Mengurangi pengeluaran pemerintah Jika dilihat dari tindakan-tindakan yang diambil tersebut,                         kebijaksanaan ini tampaknya tidak cocok untuk keadaan perekonomian yang sedang mengalami tingkat pengangguran yang tinggi, karena dengan kondisi seperti itu, perekonomian yang sedang membutuhkan dana yang besar untuk menaikkan investasi dapat tercipta lapangan pekejaan yang menampung para penganggur tersebut.

2. Kebijaksanaan memindah pengeluaran Dalam kebijaksanaan menekan pengeluaran, pengeluaran para pelaku ekonomi diusahakan berkurang, maka dalam kebijaksanaan ini pengeluaran mereka tidak berkurang, hanya dipindah dan digeser pada bidang yang tidak terlalu beresiko memperburuk perekonomian. Kebijaksanaan ini dilakukan secara paksa dan juga rangsangan. Jika kebijaksanaan dilakukan secara paksa ;
       a. Menekan tariff atau quota
       b. Mengawasi pemakaian valuta asing Jika kebijaksanaan dilakukan secara Rangsangan :
                    a. Menciptakan rangsangan-rangsangan ekspor
                    b. Menyetabilkan upah dan harga di dalam negeri
                    c. Melakukan Devaluasi Devaluasi adalah Suatu tindakan pemerintah dengan menaikkan nilai tukar mata uang Rupiah dan Dolar, devaluasi juga menyebabkan semakin banyak rupiah yang harus dikorbankan untuk mendapatkan satu unit dolar.

2. KEBIJAKAN MONETER

     Kebijaksanaan moneter memegang peranan yang cukup penting di dalam perekonomian
Indonesia. Mengapa demikian? Sebelum menjawabnya baiknya kita mengetahui apa yang dimaksud kebijaksanaan moneter itu. Yang dimaksud dengan kebijaksanaan moneter adalah sekumpulan tindakan pemerintah di dalam mengatur perekonomian melalui peredaran uang dan tingkat suku bunga. Kebijaksanaan ini ditempuh untuk mengantisipasi pengaruh-pengaruh baik yang positif atau sebaliknya, dari peredaran uang dan tingkat suku bunga yang berlaku di masyarakat. Hal ini dapat dimengerti karena peran uang yang begitu vital dalam kehidupan perekonomian suatu negara, begitu pula pentingnya tingkat suku bunga yang dapat mempengaruhi pola kegiatan imvestasi di Indonesia.

     Di dalam sistem perekonomian Indonesia, kebijaksanaan moneter ini dijalankan oleh pemerintah melalui lembaga keuangan yang disebut dengan Bank Indonesia. Bank Indonesia seperti halnya di negara-negara lainya, adalah satu-satunya bank sentral di Indonesia yang secara lebih rinci memiliki tugas :

•   Sebagai banknya pemerintah, dalam arti membantu pemerintah dalam menegelola (menyimpan dan meminjami) dana pemerintah yang akan dipergunakan untuk pembangunan.
•   Sebagai bank-nya bank umun, dalam arti akan membantu para bank umum dalam kegiatan operasional dana yang dimiliki atau dibutuhkanya.
•   Sebagai lembaga pengawasan kegiatan lembaga keuangan, dalam arti mengawasi produk-produk yang dikeluarkan oleh masing-maisng lembaga keungan yang dapat mempengaruhi peredaran uang dan iklim investasi

     Dilihat dari upaya yang di tempuh, kebijaksanaan moneter ini dapat dikelompokan menjadi dua jenis kebijaksanaan moneter, yakni :

1. Kebijaksnaan Moneter Kuantitatif
    Sesuai dengan namanya jenis kebijaksanaan moneter ini dijalankan dengan mengatur uang beredar dan tingkat suku bunga dari segi kuantitasnya. Kebijaksanaan jenis ini umumnya dijalankan dengan tiga cara yaitu :


•   Pertama, dengan melakukan operasi pasar terbuka, yakni dengan memperjualbelikan surat-surat berharga (SBI) yang dimiliki oleh Bank Indonesia, dengan harapan uang yang beredar akan menjadi lebih banyak atau menjadi lebih sedikit sesuai yang diperlukan dalam kegiatan perekonomian di Indonesia.

•    Kedua, dengan merubah tingkat suku bungan diskonto. Cara kedua dalam kebijaksanaan moneter kuantitatif ini dilakukan sebagai alternatif atau pendukung dari cara operasi pasar terbuka. Tingkat bunga diskonto adalah tingkat suku bunga yang berlaku dalam transaksi moneter antara Bank Indonesia dengan bank umum. Proses dari cara ini adalah, jika dengan asumsi yang sama, bahwa agar uang yang beredar di Indonesia tidak terlalu banyak, maka tindakan yang dapat dilakukan adalah dengan menaikan tingkat suku bunga diskonto. Dengan suku bunga diskonto bunga yang tinggi, maka bank umum tidak akan meminjam uang adri Bank Indonesia dengan jumlah yang banyak. Sehinggan uang yang berada di bank umum juga menjadi sedikit, dan akibat selanjutnya uang yang tersalurkan ke masyarakat juga sedikit. Dengan demikian uang yang beredar tidak banyak lagi.

•    Ketiga, dengan cara merubah prosentase cadangan minimal yang harus dipenuhi oleh setiap bank umum. Dengan cara ketiga ini, diharapkan uang yang beredar dapat dikurangi karena cadangan minimal dari bank umum diturunkan. Namun demikian cara inipun akan gagal jika bank umum kembali menetapkan/ memiliki kelebihan cadangan minimal lagi.


2. Kebijaksanaan Moneter Kualitatif
    Untuk lebih mensukseskan cara-cara kuantitatif di atas maka Bank dapat melakukan kebijaksanaan moneter yang bersifat kualitatif ini. Yang dimaksud dengan kebijaksanaan moneter kualitatif ini adalah dengan mengatur dan menghimbau pihak bank umum/ lembaga keuangan lainya, baik manajemenya maupun produk yang ditawarkan kepada masyarakat guna mendukung kebijaksanaan moneter kuantitatif yang sedang dilaksanakan oleh Bank Indonesia. Bank Indonesia akan menghimbau kepada manajemen bank umum unutk tidak memiliki kelebihan cadangan minimal yang telah ditetapkan. Disamping itu kebijaksanaan ini juag bertujuan untuk mengawasi kegiatan perbankan dan lembaga keunagan lainya agar tidak sampai merugiakan masyarakat, bank umum itu sendiri sampai dengan perekonomian secara umum.

     Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa kebijakan moneter dijalankan oleh bank sentral (Bank Indonesia) dan sangat berpengaruh dengan perrumbuhan perekonomian Indonesia. 2 golongan dalam kebijaksanaan moneter ini yaitu kebijaksanaan moneter kuantitatif yang bertujuan mempengaruhi penawaran uang dan tingkat suku bunga, dan kebijaksanaan moneter kualitatif yang mempengaruhi kegiatan-kegiatan tertentu dalam ekonomi. Dan keduaya jelas salin berhubungan dalam pelaksannanya.


    Referensi :







Peran Sektor Luar Negri Pada Perekonomian Indonesia#Perekonomian Indonesia


PERDAGANGAN ANTAR NEGARA
Puluhan tahun yang lalu, ahli ekonomi telah menyatakan bahwa perdagangan luar negeri merupakan salah satu sumber kekayaan negara, sehingga jika suatu negara ingin mencapai kemakmuran, maka mutlak negara tersebut harus melakukan perdagangan dengan negara lainnya.
Beberapa salasan mengapa suatu negara memerlukan negara lain dalam kehidupan ekonominya adalah:
1.  Tidak semua kebutuhan masyarakatnya dapat dipenuhi oleh komoditi yang dihasilkan di dalam negeri, sehingga untuk memenuhi kebutuhan tersebut, harus dilakukan impor dari negara yang memproduksinya.
Sebagai contoh: meskipun negara Arab adalah negara yang kaya, namun tidak dapt menghasilkan karet untuk bahan baku ban mobil, sepatu, atau sendal. Tentunya untuk memenuhi kebutuhan bahan baku karet tersebut harus membelinya dari negara-negara yang menghasilkannya (negara Asia misalnya).
2.   Karena terbatasnya konsumen, tidak semua hasil produksi dapat dipasarkan di dalam negeri, sehingga perlu dicari pasar di luar negeri. Untuk itulah suatu negara membutuhkan negara lain untuk perluasan pasar bagi produknya.
3.   Sebagai sarana untuk melakukan proses alih teknologi. Dengan membeli produk asing suatu negara dapat mempelajari bagaimana produk tersebut dibuat dan dipasarkan, sehingga dalam jangka panjang dapat melakukan produksi untuk barang yang sama.
4. Perdagangan antar negara sebagai salah satu cara membina persahabatan dan kepentingan-kepentingan politik lainnya.
5. Secara ekonomis dan matematis perdagangan antar negara dapat mendatangkan tambahan keuntungan dan efisiensi dari dilakukannya tindakan spesialisasi produksi dari negara-negara yng memiliki keuntungan mutlak dan/ atau keuntungan berbanding. Dan untuk memberi gambaran mengenai hal ini dapat digunakan contoh berikut:
Contoh 1:
Dua negara, Indonesia dan Cina memiliki data-data produksi sebagai berikut:
Indonesia
Produksi beras 1000 ton/ satu unit produksi
Produksi gandum 50 ton/ satu unit produksi

Cina
Produksi beras 500 ton/ satu unit produksi
Produksi gandum 200 ton/ satu unit produksi

Dengan beberapa asumsi bahwa:
a.       Perdagangan hanya dilakukan oleh dua negara dan dua komoditi yang sama
b.      Hasil produksi adalah per satu unit produksi
c.      Transaksi dilakukan secara barter
Maka bersediakah kedua negara tersebut melakukan perdagangan? Jika bersedia, berapakah kenaikan produksi dunia dari kedua komoditi tersebut? Dan berapakah keuntungan yang diperoleh masing-masing negara?

Jawab:
TABEL 1
Produksi Beras
Produksi Gandum
Harga Relatif gandum = beras
Harga Relatif Beras = Gandum
Indonesia
1000 ton
50 ton
1 gd = 20 beras
1 brs = 0,05 gd
Cina
500 ton
200 ton
1 gd = 2,5 beras
1 brs = 0,4 gd

Dari tabel 1 terlihat bahwa Indonesia ternyata tampaknya lebih produktif dalam menghasilkan beras, dan sebaliknya. Cina lebih produktif dalam menghasilkan gandum. Untuk memastikannya kita cari harga relatif kedua produk tersebut di masing-masing negara. Dari perhitungan tampak, bahwa di Indonesia 1 ton gandum dihargai dengan 20 ton beras (100/50), sedangkan di Cina 1 ton gandum hanya seharga 2,5 ton (500/200). Dengan demikian, untuk produk gandum ternyata lebih murah jika diproduksi di Cina.
Sedangkan untuk produk beras yang terjadi adalah sebaliknya. Dari perhitungan harga relatif, Indonesia lebih efisien dalam memproduksi beras, hal ini dapat dilihat bahwa untuk 1 ton beras di Indonesia hanya seharga 0,005 ton (50/100) gandum, jauh lebih murah 1 ton beras di Cina yang seharga 0,4 ton (200/500) gandum.
Dengan keadaan tersebut dapat disimpulkan bahwa, Indonesia dapat memproduksi beras lebih efisien dan sebaliknya melakukan spesialisasi pada produksi beras. Begitu pula sebaliknya Cina dapat lebih efisien dalam memproduksi gandum dan sebaliknya melakukan spesialisasi pada produk tersebut.
Dengan demikian dapat dilihat dalam tabel berikut:

Produksi Beras
Produksi Gandum
Indonesia
2000
-
Cina
-
400

Dari tabel kedua tersebut terlihat bahwa produksi beras dunia telah meningkat, dari sebelum adanya spesialisasi hanya sebesar 1500 ton (produksi Indonesia 1000 + produksi Cina 500) menjadi 2000 ton. Begitu pula dengan produksi gandum dunia juga mengalami peningkatan dari 250 ton (produksi Indonesia 50 ton + produksi Cina 200 ton) menjadi 400 ton. Dengan demikian masyarakat dunia dapat lebih banyak menikmati produk beras dan gandum.
Namun, berapakah keuntungan yang dirasakan oleh negara Indonesia dan Cina? Perhatikan tabel proses perdagangan berikut ini:

Produksi Beras
Produksi Gandum
Indonesia
1000
100
Cina
1000
300

Sebelum masing-masing negara saling menukar kedua komoditi tersebut, akan dilakukan negosiasi mengenai nilai tukar dari kedua komoditi tersebut. Besarnya nilai tukar tersebut biasanya berkisar atau di antara nilai harga relatif kadua komoditi di masing-masing negara. Dengan demikian nilai tukar internasional 1 ton gandum adalah di antara 2,5 ton sampai dengan 20 ton beras, yakni ± 1 ton gandum akan dihargai 10 ton beras (bisa juga 9, 11, atau 12 ton beras). Dengan demikian jika Indonesia mengimpor gandum dari Cina sebesar 1000 ton, maka sebagai konsekuensi dari nilai tukar yang disepakati, maka Indonesia akan mengirim 1000 ton beras (100 ton gandum × 10) kepada Cina (lihat tabel di atas).
Dari tabel terakhir tersebut tampak bahwa masing-masing negara telah mendapatkan keuntungan berupa bertambahnya komoditi yang tersedia di dalam negeri, dengan rincian:
·    Indonesia mendapatkan keuntungan dalam hal komoditi gandum senilai 50 ton, karena sebelum perdagangan hanya dapt menikmati 50 saja, sedangkan setelah perdagangan menjadi 100 ton gandum.
·   Cina mendapat keuntungan dalam komoditi beras senilai 500 ton, karena sebelumnya hanya bisa menghasilkan 500 ton, dan setelah perdagangan dapat menikmati 100 ton beras.

KEBIJAKSANAAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI DARI PELITA KE PELITA
Bahwa pembangunan nasional direalisasikan melalui, Pembangunan Jangka Pendek dan Pembangunan Jangka Panjang. Dan Pembangunan Jangka Pendek dirancang melalui program Pembangunan Lima Tahun (Pelita). Selama masa Orde Baru, pemerintah telah melaksanakan enam Pelita yaitu:

·       Pelita I (1 April 1969 - 31 Maret 1974)
Menjadi landasan awal pembangunan masa Orde Baru.
Tujuan Pelita I adalah meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan tahap berikutnya.
Sasarannya adalah pangan, sandang, perbaikan prasarana perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani.
Titik beratnya adalah pembangunan bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk mengejar keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan bidang pertanian, karena mayoritas penduduk Indonesia masih hidup dari hasil pertanian.
Muncul peristiwa Marali (Malapetaka Limabelas Januari)
Terjadi pada tanggal 15-16 Januari 1947 bertepatan dengan kedatangan PM Jepang Tanaka ke Indonesia. Peristiwa ini merupakan kelanjutan demonstrasi para mahasiswa yang menuntut Jepang agar tidak melakukan dominasi ekonomi di Indonesia sebab produk barang Jepang terlalu banyak beredar di Indonesia. Terjadilah pengrusakan dan pembakaran barang-barang buatan Jepang.

·        Pelita II (1 April 1974 - 31 Maret 1979)
Sasaran utama Pelita II ini adalah tersedianya pangan, sandang, perumahan, sarana prasarana, mensejahterakan rakyat, dan memperluas kesempatan kerja.
Pelaksanaan Pelita II dipandang cukup berhasil. Pada awal pemerintahan Orde Baru inflasi mencapai 60% dan pada akhir Pelita I inflasi berhasil ditekan menjadi 47%. Dan pada tahun keempat Pelita II inflasi turun menjadi 9,5%.

·       Pelita III (1 April 1979 - 31 Maret 1984)
Pelaksanaan Pelita III masih berpedoman pada Trilogi Pembangunan, yang isinya:
a.   Pemeratan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepadaterciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
b.    Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
c.     Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis
Dengan titik berat pembangunan adalah pemerataan yang dikenal dengan Delapan Jalur Pemerataan, yaitu:
-    Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, khususnya sandang, pangan, dan perumahan
-       Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan
-        Pemerataan pembagian pendapatan
-       Pemerataan kesempatan kerja
-       Pemerataan kesempatan berusaha
-     Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunankhususnya bagi generasi muda dan kaum perempuan
-       Pemerataan penyebaran pembagunan di seluruh wilayah tanah air
-       Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan

·       Pelita IV (1 April 1984 - 31 Maret 1989)
Titik berat Pelita IV ini adalah sektor pertanian untuk menuju swasembada pangan, dan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin industri sendiri.
Dan di tengah berlangsung pembangunan pada Pelita IV ini yaitu awal tahun 1980 terjadi resesi. Untuk mempertahankan kelangsungan pembangunan ekonomi, pemerintah mengeluarkan kebijakan moneter dan fiskal. Dan pembangunan nasional dapat berlangsung terus.

·       Pelita V (1 April 1989 sampai 31 Maret 1994)
Titik beratnya terdapat pada sektor pertanian dan industri. Pada masa itu kondisi ekonomi Indonesia berada pada posisi yang baik, dengan pertumbuhan ekonomi sekitar 6,8% per tahun. Posisi perdagangan luar negeri memperlihatkan gambaran yang menggembirakan. Peningkatan ekspor lebih baik dibanding sebelumnya.

·       Pelita VI (1 April 1994 sampai 31 Maret 1999)
Titik berat pada Pelita VI ini ditekankan pada sektor ekonomi yang berkaitan dengan industri dan pertanian, serta peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya.
Sektor ekonomi dipandang sebagai penggerak pembangunan.  Namun pada periode ini terjadi krisis moneter yang melanda negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Karena krisis moneter dan peristiwa politik dalam negeri yang mengganggu perekonomian telah menyebabkan proses pembangunan terhambat, dan juga menyebabkan runtuhnya pemerintahan Orde Baru.

B.   HAMBATAN PERDAGANGAN ANTAR NEGARA
B.   HAMBATAN PERDAGANGAN ANTAR NEGARA
Meskipun setiap negara menyadari bahwa perdagangan negaranya dengan negara lain harus terlaksana dengan baik, lancar, dan saling menguntungkan; namun seringkali negara-negara tersebut membuat suatu kebijaksanaan dalam sektor perdagangan luar negeri yang justru menimbulkan hambatan dalam proses transaksi perdagangan luar negeri.
Namun demikian, dengan mulai dicetuskannya era perdagangan bebas, maka hambatan-hambatan yang selama ini cukup menggelisahkan akan dicoba untuk dikurangi dan jika mungkin dihapuskan. Adapun bentuk-bentuk hambatan yang selama ini terjadi di antaranya adalah:

      ·         Hambatan Tarif
Tarif adalah suatu nilai tertentu yang dibebankan kepada suatu komoditi luar negeri tertentu yang akan memasuki suatu negara (komoditi import). Tarif sendiri ditentukan dengan jumlah yang berbeda untuk masing-masing komoditi import. Secara garis besar bentuk penetapan tarif ada dua jenis, yakni:

1. Tarif Ad-Volarem
Yakni tarif yang besar kecilnya ditetapkan berdasarkan presentase tertentu dari nilai komoditi yang diimpor. Misalnya jika tarif untuk komoditi import komponen mobil adalah 5%, maka jika ada komponen mobil masuk seharga $ 1.000 maka tarifnya adalah sebesar $ 500. Akibatnya harga komponen mobil tersebut sekarang menjadi $ 1.500.

2. Tarif Spesifik
Yakni tarif yang besar kecilnya didasarkan pada nilai yang tetap untuk setiap jumlah komoditi import tertentu. Sebagai contoh, setiap komoditi import seberat 1 ton akan dikenakan tarif senilai $ 500. Jika kita bandingkan dengan jenis tarif yang pertama maka terdapat perbedaan yang mencolok, yakni besarnya tarif akan sama meskipun nilai komoditi yang diimport tidak sama, karena 1 ton komoditi import tersebut bisa saja nilainya $ 5.000, yang jika digunakan tarif ad-volarem akan dikenai tarif sebesar $ 2.500 (lebih besar dari tarfi spesifiknya yang hanya $ 500). Di dalam perekonomian Indonesia sendiri tarif masih menjadi salah satu sumber pendapatan negara dan sebagai alat proteksi industri dalam negeri yang cukup ampuh, meskipun mulai dicoba untuk dikurangi searah dengan persiapan era perdagangan bebas yang segera akan berlaku di tahun 2000-an.

Dari peristiwa transaksi luar negeri dan pengenaan tarif tersebut dapat disimpulkan:
a.  Tidak adanya tarif menjadikan komoditi import yang masuk ke Indonesia menjadi bertambah banyak sehingga harganya turun (menjadi lebih murah), akibatnya masyarakat lebih menyukai produk tersebut. Hal ini berakibat produksi/ penawaran produk sejenis dari industri dalam negeri merosot tajam menjadi hanya sebesar Q2 saja, sesuatu hal yang merugikan. Dengan kata lain industri nasional hanya mampu dan memiliki kontribusi sebesar Q2 saja dari seluruh kebutuhan komponen kendaraan di Indonesia.
b.  Kebijaksanaan tarif menjadikan keadaan pada kesimpulan pertama menjadi lebih baik, hal ini dibuktikan dengan naiknya produksi nasional yang dipergunakan menjadi lebih besar yakni sebesar Q4 (jauh lebih baik dari sebelum adanya tarif).

·          Hambatan Quota
Quota termasuk jenis hambatan perdagangan luar negeri yang lazim dan sering diterapkan oleh suatu negara untuk membatasi masukkan komoditi import ke negaranya. Quota sendiri dapat diartikan sebagai tindakan pemerintah suatu negara dengan menentukan batas maksimal suatu komoditi import yang boleh masuk ke negara tersebut. Seperti halnya tarif, tindakan quota ini tentu tidak akan menyenangkan bagi negara peng-ekspornya. Indonesia sendiri pernah menghadapi quota import yang diterapkan oleh sistem perekonomian Amerika.

·          Hambatan Dumping
Meskipun karakteristiknya tidak seperti Tarif dan Quota, namun dumping sering menjadi suatu masalah bagi suatu negara dalam proses perdagangan luar negrerina, seperti yang dialami baru-baru ini (akhir 1996), di mana industri sepeda Indonesia dituduh melakukan politik dumping. Dumping sendiri diartikan sebagai suatu tindakan dalam menetapkan harga yang lebih murah di luar negeri dibanding harga di dalam negeri untuk produk yang sama.

·          Hambatan Embargo/ Sanksi Ekonomi
Sejarah membuktikan bahwa suatu negara yang karena tindakannya dianggap melanggar hak asasi manusia, melanggar wilayah kekuasaan suatu negara, akan menerima/ dikenakan sanksi ekonomi oleh negara yang lain (PBB). Contoh yang masih hangat di telinga adalah kasus Intervensi Irak, kasus Libia, dan masih banyak lagi. Akibat dari hambatan yang terakhir ini biasanya lebih buruk dan meluas bagi masyarakat yang terkena sanksi ekonomi daripada akibat yang ditimbulkan oleh hambatan—hambatan perdagangan lainnya.

Mengapa Pemerintah Menerapkan Hambatan Perdagangan?
Banyak alasan yang mendorong pemerintah menerapkan kebijaksanaan hambatan perdagangan, di antaranya adalah:
Tarif dan quota di samping untuk mrningkatkan pendapatan negara dari sektor luar negeri, dipergunakan untuk lebih menyeimbangkan keadaan neraca pembayaran yang masih defisit. Dengan dikenakannya tarif atau quota pengeluaran untuk membeli komoditi impor menjadi berkurang sehingga dapat mengurangi pos pengeluaran dalam neraca pembayaran.
Tarif dan quota juga diterapkan untuk melindungi industri dalam negeri yang masih dalam taraf berkembang, dari serangan komoditi-komoditi asing yang telah lebih dahulu ‘dewasa’. Hal ini perlu dilakukan mengingat seringkali di negara berkembang (seperti Indonesia misalnya) masih banyak industri yang masih belum dapat berproduksi secara efisien sehingga produk yang dihasilkan belum dapat bersaing dengan produk sejenis yang berasal dari luar negeri. Untuk itulah tarif atau quota diterapkan. Dapat juga kebijaksanaan ini diterapkan jika suatu negara tidak memiliki persediaan devisa yang cukup untuk melakukan impor sehingga pemerintah harus menghemat devisa tersebut.
Tarif dan quota juga diterapkan untuk mempertahankan tingkat kemakmuran yang telah dirasakan dan dinikmati oleh masyarakat suatu negara. Berkembangnya industri di dalam negeri memberi dampak positif bagi banyak pihak, seperti produsen, karyawannya, termasuk konsumen. Dengan hadirnya produk sejenis dari luar negeri dikhawatirkan akan merusak kondisi tersebut karena dalam jangka waktu tertentu industri dalam negeri akan menghadapi persaingan yang semakin berat sehingga dimungkinkan terjadi kemunduran perusahaan, yang berarti kemunduran kemakmuran pihak-pihak yang terkait. Untuk mengantisipasi keadaan ini, maka digunakanlah kebijaksanaan tarif dan quota ini.
Adapun dumping jika terpaksa ditempuh (sering kemudian menjadi masalah antar negara) digunakan untuk memacu perkembangan ekspor lewat kenaikan permintaan dikarenakan harga yang murah tersebut. Meskipun dalam jangka pendek industri dalam negeri (pengekspor) akan rugi dengan menetapkan harga di bawah harga sesungguhnya, namun dalam jangka panjang diharapkan dapat tertutupi dengan peningkatan penjualan yang sangat besar.
Sedangkan sanksi ekonomi diterapkan lebih dikarenakan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang berkaitan dengan HAM, politik, terorisme, dan kemananan Internasional. Bagi negara yang terkena sanksi diharapkan dapat memperbaiki ‘sikap’ dan ‘tindakannya’ bagi kepentingan negara lain dan bagi dunia.

C. NERACA PEMBAYARAN LUAR NEGERI INDONESIA
Seperti halnya bentuk neraca keuangan lazimnya, maka neraca pembayaran luar negeri Indonesia juga merupakan suatu bentuk pelaporan yang sistematis mengenai segala transaksi ekonomi yang diakibatkan oleh adanya kebijaksanaan dan kegiatan ekonomi di sektor luar negeri. Dengan demikian dalam neraca ini juga terdapat pos yang merupakan arus dana masuk (umumnya ditandai dengan +) dan ada pos yang merupakan arus dana keluar (ditandai dengan -).
Namun demikian secara singkat pos-pos dalam neraca pembayaran luar negeri Indonesia tersebut dapat dikelompokkan ke dalam berikut ini:
a.  Neraca perdagangan, yang merupakan kelompok transaksi-transaksi yang berkaitan dengan kegiatan ekspor dan impor barang, baik migas maupun non-migas.
b.  Neraca jasa, merupakan kelompok transaksi-transaksi yang berkaitan dengan kagiatan ekspor-impor di bidang jasa.
c. Neraca berjalan, merupakan hasil penggabungan antara neraca perdagangan dan neraca jasa. Jika lebih banyak pos arus kas masuknya (ekspor) maka nilai neraca berjalan ini akan surplus, begitu pula sebaliknya.
d.  Neraca lalu lintas modal, merupakan kelompok pos-pos yang berkaitan dengan lalu lintas modal pemerintah bersih (selisih antara pinjaman dan pelunasan hutang pokok) dan lalu lintas modal swasta bersih, berikut lalu lintas modal bersih lainnya yang merupakan selisih penerimaan penanaman modal asing dengan pembayaran BUMN.
e.   Selisih yang belum diperhitungkan.
f.  Neraca lalu lintas moneter, yang merupakan kelompok pos-pos yang berkaitan dengan perubahan cadangan devisa.

D.   PERAN KURS VALUTA ASING
Kurs valuta asing sering diartikan sebagai banyaknya nilai mata uang suatu negara (Rupiah misalnya) yang harus dikorbankan/ dikeluarkan untuk mendapatkan satu unit mata uang asing (dollar misalnya). Sehingga dengan kata lain, jika kita gunakan contoh Rupiah dan Dollar, maka kurs valuta asing adalah nilai tukar yang menggambarkan banyaknya Rupiah yang harus dikeluarkan untuk mendapat satu unit Dollar dalam kurun waktu tertentu. Masalah kurs valuta asing mulai muncul ketika transaksi ekonomi sudah mulai melibatkan dua negara (mata uang) atau lebih, tentunya sebagai alat untuk menjembatani perbedaan mata uang di masing-masing negara.
Sebelum lebih jauh kita bahas mengenai kurs valuta asing, perlu kiranya dijelaskan lebih dahulu beberapa istilah yang biasanya dikaitkan dengan kurs valuta asing tersebut, yaitu:
                                                                                                                              
Depresiasi , adalah turunnya nilai tukar Rupiah terhadap mata uang asing (Dollar). Misalnya tadi 1 $ = Rp 2.350,- menjadi 1 $ = Rp 2.400,-. Dengan kata lain depresiasi Rupiah menyebabkan semakin banyak Rupiah yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan 1 unti Dollar.
Apresiasi, adalah kebalikan dari Depresiasinya Rupiah. Dengan demikian jika Rupiah mengalami depresiasi (mengalami penurunan nilai) maka mata uang Dollar akan Apresiasi.
Spot Rate, adalah nilai tukar yang masa berlakunya hanya dalam waktu 2×24 jam saja. Sehingga jika sudah melewati batas waktu di atas maka nilai tukar tersebut sudah tidak berlaku lagi. Sebagai contoh, jika pada tanggal 15 Desember 1996 kurs 1 $ = Rp 2.350,- maka setelah tanggal 18 Desember 1996 misalnya, maka kurs tersebut sudah tidak berlaku lagi.

Banyak orang awam mengira kurs (nilai tukar) Dollar terhadap Rupiah saat ini tidak adil. Orang Amerika dengan hanya membawa 1 $, datang ke Indonesia akan mendapat ± Rp 2.300,-. Sebaliknya orang Indonesia jika ingin ke Amerika harus mengorbankan ± Rp 2.300,- hanya untuk mendapatkan 1 unit mata uang mereka ( 1 $).
Sulit untuk mendapatkan informasi kapan pertama kali dan dengan nilai berapa Dollar dihargai dengan mata uang Rupiah. Lepas dari semua itu, perubahan kurs suatu mata uang terhadap mata uang lainnya secara prinsip hanya disebabkan karena adanya perubahan kekuatan permintaan dan penawaran terhadap mata uang asing yang akan dipertukarkan, yang sebenarnya identik dengan kekuatan permintaan dan penawaran akan komoditi yang diperdagangkan. Jadi yang paling penting adalah mengetahui dan mencoba memperbaiki sebab-sebab terjadinya perubahan kedua kekuatan tersebut.

Referensi :