Selasa, 30 Juni 2015

SEJARAH STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN INDONESIA


SEJARAH STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN INDONESIA 

Standar Akuntansi Keuangan (SAK) adalah suatu kerangka dalam prosedur pembuatan laporan keuangan  agar terjadi keseragaman dalam penyajian laporan keuangan. Standar Akuntansi Keuangan (SAK) merupakan hasil perumusan Komite Prinsipil Akuntansi Indonesia pada tahun 1994 menggantikan Prinsip Akuntansi Indonesia tahun 1984.  SAK di Indonesia menrupakan terapan dari beberapa standard akuntansi yang ada seperti, IAS,IFRS,ETAP,GAAP. Selain itu ada juga PSAK syariah dan juga SAP.
Selain untuk keseragaman laporan keuangan, Standar akuntansi juga diperlukan untuk memudahkan penyusunan laporan keuangan, memudahkan auditor serta Memudahkan pembaca laporan keuangan untuk menginterpretasikan dan membandingkan laporan keuangan entitas yang berbeda. Berikut ini adalah sejarah perkembangan standar akuntansi keuangan di Indonesia :
    1.      Zaman Belanda
Sebelum Belanda resmi menjajah Indonesia (1800-1942), perserikatan Maskapai Belanda yang dikenal dengan nama Vereenigde Oost Indish Compagnie (VOC) telah berdiri pada tahun 1602. VOC tersebut merupakan peleburan 14 Maskapai yang beroperasi di Hindia Timur. Pada tahun 1619 VOC membuka cabang di Batavia dan tempat-tempat lain di Indonesia. Kemudian pada abad ke-18 mengalami kemunduran hingga akhirnya VOC dibubarkan pada tanggal 31 Desember 1799. Berkaitan dengan transaksi dagang rempah-rempah yang dilakukan VOC sudah bisa dipastikan Maskapai Belanda tersebut telah melakukan pencacatan.  Sehubungan dengan hal tersebut, Ans Saribanon Sapiie mengemukakan bahwa menurut Stible dan Stroomberg, bukti otentik mengenai pencatatan pembukuan di Indonesia paling dilakukan menjelang abad ke-17. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya sebuah instruksi Gubernur Jenderal VOC pada tahun 1642 yang mengharuskan dilakukan pengurusan pembukuan atas penerimaan uang, pinjaman-pinjaman, dan jumlah uang yang diperlukan untuk pengeluaran (ekspoitasi) garnisun-garnisun dan galangan kapal yang ada di Batavia dan Surabaya.  Pada zaman penjajahan Belanda (setelah bubarnya VOC), catatan pembukuan menekankan pada mekanisme debit kredit, yang dijumpai pada pembukuan Amphioen Socyteit di Batavia yang bergerak di bidang peredaran candu atau morfin.  Selanjutnya berdiri juga perusahaan-perusahaan Belanda yang membuka perwakilan di Indonesia. Untuk catatan pembukuannya merupakan modifikasi sistem Venice-Itali, dan tidak dijumpai adanya kerangka pemikiran konseptual untuk mengembangkan system pencatatan tersebut. Sedangkan, segmen bisnis menengah ke bawah dikuasai oleh pedagang-pedagang keturunan antara lain ada Cina, India dan Arab. Sejalan dengan hal tersebut penyelenggaraan pembukuan dipengaruhi oleh sistem etnis masing-masing. Menurut Hadibroto  mengikhtisarkan pembukuan asal etnis sebagai berikut: 
a. Sistem pembukuan Cina terdiri dari lima kelompok, yaitu: Sistem Hokkian (Amoy), system Kanton, system Hokka, system Tio Tjoe/system swatoe, system gaya baru 
b. Sistem pembukuan India atau system Bombay 
c. Sistem pembukuan Arab atau Hadramaut 
Adapun dalam masa penjahahan Jepang (1942 – 1945) pembukuan tidak mengalami perubahan yang cukup berarti, tetap menggunakan pola Belanda. Karena banyak orang Belanda yang ditangkap oleh Jepang, maka tenaga pengajar untuk sistem pembukuan berkurang.  Pada masa tersebut tercatat yang menjadi tenaga pengajar pembukuan adalah  J.E de I’duse, Akuntan, Dr. Abutari, Akuntan, J.D Massie  dan R.S. Koesoemoputra.  Jepang  juga mengajarkan  pembukuan dalam huruf kanji tetapi tidak diajarkan pada orang-orang Indonesia.  
    2.      Tahun 1945-1955
Pada tahun 1947 hanya ada satu orang akuntan yang berbangsa Indonesia yaitu Prof. Dr. Abutari (Soermarso 1995). Praktik akuntansi model Belanda masih digunakan selama era setelah kemerdekaan (1950an). Pendidikan dan pelatihan akuntansi masih didominasi oleh sistem akuntansi model Belanda. Nasionalisasi atas perusahaan yang dimiliki Belanda dan pindahnya orang orang Belanda dari Indonesia pada tahun 1958 menyebabkan kelangkaan akuntan dan tenaga ahli 
    3.      Tahun 1974
Pada tahun 1974 dibentuk Komite Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI) yang bertugas menyusun dan mengembangkan standar akuntansi keuangan. Komite PAI telah bertugas selama empat periode kepengurusan IAI sejak tahun 1974 hingga 1994 dengan susunan personel yang terus diperbarui. 
    4.      Tahun 1984
Prinsip Akuntansi di Indonesia ditetapkan menjadi standar Akuntansi. Pada masa itu, komite PAI melakukan revisi secara mendasar PAI 1973 dan kemudian mengkondifikasikannya dalam buku ”Prinsip Akuntansi Indonesia 1984” dengan tujuan untuk menyesuaikan ketentuan akuntansi dengan perkembangan dunia usaha.
    5.      Akhir Tahun 1984.
Standar Akuntansi di Indonesia mengikuti standar yang bersumber dari IASC (International Accounting Standart Committee).
    6.      Tahun 1994
Komite PAI melakukan revisi mendasar PAI 1973 dan kemudian menerbitkan Prinsip Akuntansi Indonesia PAI 1994. Menjelang akhir tahun 1994 Komite Standar Akuntansi memulai suatu revisi besar atas prinsip – prinsip akuntansi Indonesia dengan mengumumkan pernyataan – pernyataan standar akutansi tambahan dan menerbitkan interpretasi atas standar tersebut. Revisi ini menghasilkan 35 peryataan standar akuntansi keuangan, yang sebagian besar adalah hasil harmonisasi dengan IAS yang dikeluarkan oleh IASB.
Perubahan patokan standar keuangan dari US GAAP ke IFRS. Hal ini telah menjadi kebijakan Komite Standar Akuntansi Keuangan untuk menggunakan International Accounting Standards sebagai dasar membangun standar keuangan Indonesia. Pada tahun 1995, IAI melakukan revisi besar untuk menerapkan standar – standar akuntansi baru, IAS mendominasi isi dari standar ini selain US GAAP dan dibuat sendiri.
    7.      Tahun 2008
Di Indoesia PSAK akan dikonvergensi secara penuh ke dalam IFRS melalui tiga tahapan, yaitu tahap adopsi, tahap persiapan akhir, dan tahap implementasi. Berikut adalah gambaran ketiga tahap tersebut. Tahap adopsi dilakukan pada periode 2008-2011 meliputi aktivitas adopsi seluruh IFRS ke PSAK, persiapan infrastruktur, evaluasi terhadap PSAK yang berlaku. Pada 2009 proses adopsi IFRS/ IAS mencakup:
a.       PSAK disahkan 23 Desember 2009
·         PSAK 1 (revisi 2009): Penyajian Laporan Keuangan
·         PSAK 2 (revisi 2009): Laporan Arus Kas
·         PSAK 4 (revisi 2009): Laporan Keuangan Konsolidasian dan Laporan Keuangan Tersendiri
·         PSAK 5 (revisi 2009): Segmen Operasi
·         PSAK 12 (revisi 2009): Bagian Partisipasi dalam Ventura Bersama
·         PSAK 15 (revisi 2009): Investasi Pada Entitas Asosiasi
·         PSAK 25 (revisi 2009): Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi, dan Kesalahan
·         PSAK 48 (revisi 2009): Penurunan Nilai Aset
·         PSAK 57 (revisi 2009): Provisi, Liabilitas Kontinjensi, dan Aset Kontinjensi
·         PSAK 58 (revisi 2009): Aset Tidak Lancar yang Dimiliki untuk Dijual dan Operasi yang Dihentikan

b.      Interpretasi disahkan 23 Desember 2009:
·         ISAK 7 (revisi 2009): Konsolidasi Entitas Bertujuan Khusus
·         ISAK 9: Perubahan atas Liabilitas Purna Operasi, Liabilitas Restorasi, dan Liabilitas Serupa
·         ISAK 10: Program Loyalitas Pelanggan
·         ISAK 11: Distribusi Aset Nonkas Kepada Pemilik
·         ISAK 12: Pengendalian Bersama Entitas: Kontribusi Nonmoneter oleh Venturer

c.       PSAK disahkan sepanjang 2009 yang berlaku efektif tahun 2010:
·         PPSAK 1: Pencabutan PSAK 32: Akuntansi Kehutanan, PSAK 35: Akuntansi Pendapatan Jasa Telekomunikasi, dan PSAK 37: Akuntansi Penyelenggaraan Jalan Tol
·         PPSAK 2: Pencabutan PSAK 41: Akuntansi Waran dan PSAK 43: Akuntansi Anjak Piutang
·         PPSAK 3: Pencabutan PSAK 54: Akuntansi Restrukturisasi Utang Piutang bermasalah
·         PPSAK 4: Pencabutan PSAK 31 (revisi 2000): Akuntansi Perbankan, PSAK 42: Akuntansi Perusahaan Efek, dan PSAK 49: Akuntansi Reksa Dana
·         PPSAK 5: Pencabutan ISAK 06: Interpretasi atas Paragraf 12 dan 16 PSAK No. 55 (1999) tentang Instrumen Derivatif Melekat pada Kontrak dalam Mata Uang Asing

d.      PSAK yang disahkan 19 Februari 2010:
·         PSAK 19 (2010): Aset tidak berwujud
·         PSAK 14 (2010): Biaya Situs Web
·         PSAK 23 (2010): Pendapatan
·         PSAK 7 (2010): Pengungkapan Pihak-Pihak Yang Berelasi
·         PSAK 22 (2010): Kombinasi Bisnis (disahkan 3 Maret 2010)
·         PSAK 10 (2010): Transaksi Mata Uang Asing (disahkan 23 Maret 2010
·         ISAK 13 (2010): Lindung Nilai Investasi Neto dalam Kegiatan Usaha Luar Negeri

e.       Exposure Draft Public Hearing 27 April 2010
·         ED PSAK 24 (2010): Imbalan Kerja
·         ED PSAK 18 (2010): Program Manfaat Purnakarya
·         ED ISAK 16: Perjanjian Konsesi Jasa (IFRIC 12)
·         ED ISAK 15: Batas Aset Imbalan Pasti, Persyaratan Pendanaan Minimum dan Interaksinya.
·         ED PSAK 3: Laporan Keuangan Interim
·         ED ISAK 17: Laporan Keuangan Interim dan Penurunan Nilai

f.       Exposure Draft PSAK Public Hearing 14 Juli 2010
·         ED PSAK 60: Instrumen Keuangan: Pengungkapan
·         ED PSAK 50 (R 2010): Instrumen Keuangan: Penyajian
·         ED PSAK 8 (R 2010): Peristiwa Setelah Tanggal Neraca
·         ED PSAK 53 (R 2010): Pembayaran Berbasis Saham

g.      Exposure Draft PSAK Public Hearing 30 Agustus 2010
·         ED PSAK 46 (Revisi 2010) Pajak Pendapatan
·         ED PSAK 61: Akuntansi Hibah Pemerintah Dan Pengungkapan Bantuan Pemerintah
·         ED PSAK 63: Pelaporan Keuangan dalam Ekonomi Hiperinflasi
·         ED ISAK 18: Bantuan Pemerintah-Tidak Ada Relasi Specifik dengan Aktivitas Operasi
·         ED ISAK 20: Pajak Penghasilan-Perubahan dalam Status Pajak Entitas atau Para Pemegang sahamnya

    8.      Tahun 2012
International Financial Reporting Standards (IFRS) dijadikan sebagai referensi utama pengembangan standarakuntansi keuangan di Indonesia karena IFRS merupakan standar yang sangat kokoh. Penyusunannya didukung oleh para ahli dan dewan konsultatif internasional dari seluruh penjuru dunia. Mereka menyediakan waktu cukup dan didukung dengan masukan literatur dari ratusan orang  dari berbagai displin ilmu dan dari berbagai macam jurisdiksi di seluruh dunia. Dengan telah dideklarasikannya program konvergensi terhadap IFRS ini, maka pada tahun 2012 seluruh standar yang dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan IAI akan mengacu kepada IFRS dan diterapkan oleh entitas. Lembaga profesi akuntansi IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) menetapkan bahwa Indonesia melakukan adopsi penuh IFRS pada 1 Januari 2012. Penerapan ini bertujuan agar daya informasi laporan keuangan dapat terus meningkat sehingga laporan keuangan dapat semakin mudah dipahami dan dapat dengan mudah digunakan baik bagi penyusun, auditor, maupun pembaca atau pengguna lain.


Sumber


0 komentar:

Posting Komentar