DESKRIPSI TAHAPAN INDONESIA DALAM MENGADOPSI IFRS
IFRS (International Financial Reporting Standard)
merupakan pedoman penyusunan laporaan keuangan yang diterima secara global.
Sejarah terbentuknya pun cukup panjang dari terbentuknya IASC/ IAFC, IASB, hingga
menjadi IFRS seperti sekarang ini. Jika sebuah negara
menggunakan IFRS, berarti negara tersebut telah mengadopsi sistem
pelaporan keuangan yang berlaku secara global sehingga memungkinkan pasar dunia
mengerti tentang laporan keuangan perusahaan di negara tersebut berasal.
International
Financial Reporting Standards (IFRS) dijadikan sebagai referensi utama
pengembangan standarakuntansi keuangan di Indonesia karena IFRS merupakan
standar yang sangat kokoh. Penyusunannya didukung oleh para ahli dan dewan
konsultatif internasional dari seluruh penjuru dunia. Mereka menyediakan waktu
cukup dan didukung dengan masukan literatur dari ratusan orang dari
berbagai displin ilmu dan dari berbagai macam jurisdiksi di seluruh dunia.
Dengan telah dideklarasikannya program konvergensi terhadap IFRS ini, maka pada
tahun 2012 seluruh standar yang dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi
Keuangan IAI akan mengacu kepada IFRS dan diterapkan oleh entitas. Lembaga
profesi akuntansi IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) menetapkan bahwa Indonesia
melakukan adopsi penuh IFRS pada 1 Januari 2012. Penerapan ini bertujuan agar
daya informasi laporan keuangan dapat terus meningkat sehingga laporan keuangan
dapat semakin mudah dipahami dan dapat dengan mudah digunakan baik bagi penyusun,
auditor, maupun pembaca atau pengguna lain. Dalam melakukan konvergensi IFRS,
terdapat dua macam strategi adopsi, yaitu big bang strategy dan gradual
strategy. Big bang strategy mengadopsi penuh IFRS sekaligus, tanpa melalui
tahapan-tahapan tertentu. Strategi ini digunakan oleh negara –negara maju.
Sedangkan pada gradual strategy , adopsi IFRS dilakukan secara bertahap.
Strategi ini digunakan oleh negara – Negara berkembang seperti Indonesia.
Tujuan IFRS
adalah memastikan bahwa laporan keuangan dan laporan keuangan interim
perusahaan untuk periode-periode yang dimaksud dalam laporan keuangan tahunan,
mengandung informasi berkualitas:
1. Transparan
bagi para pengguna dan dapat dibandingkan sepanjang periode yang disajikan.
2. Menyediakan
titik awal yang memadai untuk akuntansi yang berdasarkan pada IFRS.
3. Dapat
dihasilkan dengan biaya yang tidak melebihi manfaat untuk para pengguna.
Konvergensi
Standar laporan ke Standar Pelaporan Keuangan Internasional (IFRS) :
Penerapan
International Financial Accounting Standard (IFRS) di Indonesia saat ini masih
belum banyak dilakukan oleh kalangan ekomoni di Indonesia. Padahal penerapan
IFRS dalam sistem akuntasi perusahaan akan menjadi salah satu tolak ukur yang
menunjukkan kesiapan bangsa Indonesia bersaing di era perdagangan bebas.
IFRS
saat ini menjadi topik hangat di kalangan ekonomi, khususnya di kalangan
akuntan. IAI telah menetapkan tahun 2012 Indonesia sudah mengadopsi penuh IFRS,
khusus untuk perbankan diharapkan tahun 2010. Tapi rupanya sampai sekarang
masih kalang kabut, padahal Indonesia sudah mengacu pada IFRS ini sejak 1994.
Di
indoensia sebenarnya sebagian perusahaan yang sudah mengacu pada IFRS,
pengapdosian IFRS mestinya diikuti pula dengan pengapdosian standar pengauditan
internasional. Standar pelaporan keuangan perusahaan tidak akan mendapatkan
pengakuan tinggi, bila standar yang digunakan untuk pengauditan masih standar
lokal.
Penyebab konvergensi standard pelaporan akuntansi ke
IFRS
Indonesia
telah memiliki sendiri standar akuntansi yang berlaku di Indonesia. Prinsip
atau standar akuntansi yang secara umum dipakai di Indonesia tersebut lebih
dikenal dengan nama Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). PSAK disusun
dan dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Ikatan Akuntan Indonesia adalah
organisasi profesi akuntan yang ada di Indonesia.
Dari
revisi tahun 1994 IAI juga telah memutuskan untuk melakukan harmonisasi standar
PSAK kepada International Financial Reporting Standard (IFRS). Selanjutnya
harmonisasi tersebut diubah menjadi adopsi dan terakhir adopsi tersebut
ditujukan dalam bentuk konvergensi terhadap International Financial Reporting
Standard. Program konvergensi terhadap IFRS tersebut dilakukan oleh IAI dengan
melakukan adopsi penuh terhadap standar internasional (IFRS dan IAS).
Salah
satu bentuk revisi standar IAI yang berbentuk adopsi standar international
menuju konvergensi dengan IFRS tersebut dilakukan dengan revisi terakhir yang
dilakukan pada tahun 2007. Revisi pada tahun 2007 tersebut merupakan bagian
dari rencana jangka panjang IAI yaitu menuju konvergensi dengan IFRS sepenuhnya
pada tahun 2012.
Terdapat
3 tahapan dalam melakukan konvergensi IFRS di Indonesia, yaitu:
1. Tahap adopsi (2008-2010) :
·
Adopsi seluruh
IFRS ke PSAK
·
Perisapan
infrastruktur yang diperlukan
·
Evaluasi dan
kelola dampak adopsi terhadap PSAK yang berlaku
2. Tahap Persiapan (2011) :
·
Penyelesaian
persiapan infrastruktur yang diperlukan
·
Penerapan secar
bertahap beberapa PSAK berbasis IFRS
3. Tahap Implementasi (2012) :
·
Penerapan PSAK
berbasis IFRS secara bertahap
·
Evaluasi dampak
penerepan PSAK secara kompre hensif
Revisi
tahun 2007 yang merupakan bagian dari rencana jangka panjang IAI tersebut
menghasilkan revisi 5 PSAK yang merupakan revisi yang ditujukan untuk
konvergensi PSAK dan IFRS serta reformat beberapa PSAK lain dan penerbitan PSAK
baru. PSAK baru yang diterbitkan oleh IAI tersebut merupakan PSAK yang mengatur
mengenai transaksi keuangan dan pencatatannya secara syariah. PSAK yang
direvisi dan ditujukan dalam rangka tujuan konvergensi PSAK terhadap IFRS
adalah:
1. PSAK 16 tentang Properti Investasi
2. PSAK 16 tentang Aset Tetap
3. PSAK 30 tentang Sewa
4. PSAK 50 tentang Instrumen Keuangan: Penyajian dan
Pengungkapan
5. PSAK 55 tentang Instrumen Keuangan: Pengakuan dan
Pengukuran
PSAK-PSAK hasil
revisi tahun 2007 tersebut dikumpulkan dalam buku yang disebut dengan Standar
Akuntansi Keuangan per 1 September 2007 dan mulai berlaku sejak tanggal 1
Januari 2008.
Susunan IFRS
meliputi :
1.Penyajian laporan keuangan
2. Pengakuan pendapatan
3. Biaya penggajian
4. Biaya pinjaman
5. Pajak penghasilan
6. Investasi pada perusahaan asosiasi
7. Persediaan
8. Aktiva tetap
9. Aktiva tidak berwujud
10. Sewa
11. Pensiun
12. Penggabungan usaha
13. Kurs valuta asing
14. Operasi segmen
15. Kejadian setelah tanggal neraca
Konsep Pokok IFRS
:
1.Tanggal
pelaporan (reporting date) adalah tanggal neraca untuk laporan keuangan pertama
yang secara eksplisit menyatakan bahwa laporan keuangan tersebut sesuai dengan
IFRS(sebagai contoh 31 Desember 2006).
2.Tanggal
transisi (transition date) adalah tanggal neraca awal untuk laporan keuangan
komparatif tahun sebelumnya (sebagai contoh 1 Januari 2005, jika tanggal
pelaporan adalah31 Desember 2006).
Pengecualian
untuk penerapan retrospektif IFRS terkait dengan hal-hal berikut:
1. Penggabungan
usaha sebelum tanggal transisi
2. Nilai wajar
jumlah penilaiankembali yang dapat dianggap sebagai nilai terpilih
Dampak positive penerapan IFRS di Indonesia
Meskipun masih
muncul pro dan kontra, sesungguhnya penerapan IFRS ini akan
berdampak positif. Bagi para emiten di Bursa Efek Jakarta (BEI), dengan menggunakan standar pelaporaninternasional
itu, para stakeholder akan lebih mudah untuk mengambil keputusan.
·
Pertama, laporan
keuangan Perusahaan akan semakin mudah dipahami lantaranmengungkapkan detail
informasi secara jelas dan transparan.
·
Kedua, dengan
adanya transparansi tingkat akuntabilitas dan kepercayaan kepadamanajemen akan
meningkat.
·
Ketiga, laporan keuangan yang disampaikan perusahaan mencerminkan nilai
wajarnya.
Di tengah interaksi pelaku ekonomi global yang nyaris
tanpa batas, penerapan IFRS juga akanmemperbanyak peluang kepada para emiten untuk menarik investor global. Dengan standar
akuntansi yang sama, investor asing tentunya
akan lebih mudah untuk
membandingkan perusahaan di Indonesia dengan perusahaan sejenis di
belahan dunia lain.
Dampak negatif penerapan IFRS di Indonesia
Seperti
yang diketahui perekonomian Indonesia adalah berasaskan kekeluargaan. Akan tetapi
semakin ke depan perekonomian Indonesia akan mengarah pada Kapitalis. Tidak
bisa dipungkiri lagi kebudayaan negara barat (negara capital) dapat
mempengaruhi seluruh pola hidupdan pola pikir masyarakat Indonesia dari
kehidupan sehari-hari hingga permasalahan ekonomi.
Padahal
dalam pasal 33 ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi, “ Perekonomian disusun atas usaha bersama
berdasar atas asas kekeluargaan”. Disini secara jelas nampak
bahwa Indonesia menjadikan asas kekeluargaan sebagai pondasi dasar
perekonomiannya. Kemudian dalam pasal33 ayat 2 yang berbunyi, “Cabang-cabang
produksi yang penting bagi negara dan
yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara”, dan dilanjutkan
pada pasal 33 ayat 3yang berbunyi, “Bumi dan air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai olehnegara dan di pergunakan sebesar-besarnya
untuk kemakmuran rakyat,”.
Akan tetapi dengan kemunculan IFRS tersebut dapat menyebabkan publik mengingi
kan keterbukaan yang amat sangat di dalam dunia investasi. Terutama keterbukaan
investor asing untuk berinvestasi di Indonesia. Hal tersebut tentu
berseberangan dengan UUD 1945 pasal 33. Terlebih lagi dengan adanya
Undang-Undang Penanaman
modal di tahun 2007 lalu maka semakin terlihat jelas bahwa ada indikasi untuk
mengalihkan tanggung jawab pemerintah ke penguasa modal (kapitalis).
Hubungannya dengan IFRS
adalah, keseragaman global menjadikan masyarakat mudah berburuk sangka bahwa
pemegang kebijakan akuntansi di Indonesia adalah kapitalisme dan
mengesampingkan asas perekonomian Indonesia yang terlihat jelas di Undang-Undang
Dasar.Sehingga pada akhirnya akan memunculkan indikasi miring bahwa Indonesia
semakin dekat dengan sistem kapitalisme dan memudahkan investor asing untuk
mengeruk kekayaan diIndonesia.
Dampak penerapan IFRS bagi perusahaan sangat beragam tergantung jenis industri, jenistransaksi,
elemen laporan keuangan yang dimiliki, dan juga pilihan kebijakan akuntansi.
Adanya perubahan besar sampai harus melakukan perubahan sistem operasi dan bisnis perusahaan,namun ada juga perubahan tersebut hanya terkait dengan prosedur akuntansi. Perusahaan perbankan, termasuk yang memiliki dampak perubahan cukup banyak. Tetapi di balik semua perubahan dan
dampak yang mungkin terjadi, tidak dapat dipungkiri
dengan adanya IFRS makadapat memajukan perekonomian global di
Indonesia sehingga mampu bersaing dengan dunialuar.
Serta dengan adanya
IFRS, PSAK akan bersifat principle-based dan memerlukan
professional judgment dari auditor, sehingga auditor juga
dituntut untuk senantiasa meningkatkan kompetensidan integritasnya.
Sumber :