TUGAS 3 : Analisis Jurnal "Pengaruh
Kompetensi, Independensi, dan Profesionalisme Terhadap kemampuan Auditor Dalam
Mendeteksi Kecurangan (Fraud)”
Ringkasan Jurnal :
Judul : Pengaruh
Kompetensi, Independensi, dan Profesionalisme Terhadap kemampuan Auditor Dalam
Mendeteksi Kecurangan (Fraud)
Penulis : Marcellina
Widiyastuti, dan Sugeng Pamudji
Universitas : Universitas
Diponegoro Semarang
No Jurnal : VALUE
ADDED, Vol.5, No.2, Maret 2009 – Agustus 2009
Abstrak :
This
study aims to examine the influence of competency, independency, and professionalism
toward auditor's ability to detect fraud This study uses competency,
independency, and professionalism because these are auditor's minimum attitudes
that must auditors have in their tasks. Using questioner to collect data to
auditor who works in Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (The
Indonesia's Supreme Audit Institution), Jakarta. This research use purposive
sampling to choose the sample. From 93 questionnairs, only 68 questionnairs
were back. In this study, researcher used Partial Least Square (PLS) with SmartPLS
software. The result indicates that competency, independency, and professionalism
have significantly and positively effict toward auditor's ability to detect fraud.
This result also indicates that there is no differently from competency,
independency, and professionalism between independent auditor and governmental
auditor toward auditor's ability to detect fraud. Future research is expected
can extend survey area coverage, variables research object, and don't spread
the questionnairs in audit times.
Keyword:
competency, independency, and professionalism toward auditor's ability to detect
fraud
Latar Belakang :
Dewasa ini, auditor mendapat
sorotan publik akibat kasus-kasus yang terjadi sehubungan dengan profesinya,
tak terkecuali auditor pemerintah. Auditor pemerintah yang merupakan auditor
yang bekerja di instansi pemerintah bertugas untuk melakukan audit atas pertanggungjawaban
keuangan yang disajikan unit-unit organisasi atau entitas pemerintahan atau
pertanggungjawaban keuangan yang ditujukan kepada pemerintah. Auditor
pemerintah yang terdapat di Indonesia adalah auditor yang bekeIja di Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Badan Pemeriksa Keuangan Republik
Indonesia (BPK ·RI), dan instansi pajak. Salah satu contoh kasus yang
berhubungan dengan auditor pemerintah yang mendapat sorotan adalah adanya
perbedaan opini yang dikeluarkan antara BPK -RI dengan Pricewaterhouse Coopers
(PwC) saat mengaudit Bank Indonesia pada tahun 2000 (www.kompas.com). Pada saat
itu, opini audit yang dikeluarkan BPKRI adalah tidak menyatakan pendapat (disclaimer
opinion), sedangkan pendapat PwC adalah tidak wajar umum. Istilah
kecurangan (fraud) berbeda dengan istilah kekeliruan (errors) (Suryo,
1999; Setiawan, 2003). Faktor utama yang membedakannya adalah tindakan yang
mendasarinya, apakah tindakan tersebut dilakukan secara disengaja atau tidak.
Jika tindakan tersebut dilakukan secara sengaja, maka disebut kecurangan (fraud)
dan jika tindakan tersebut dilakukan tidak secara sengaja, maka disebut
dengan kekeliruan (errors). Untuk mendukung kemampuan auditor dalam
mendeteksi kecurangan yang dapat terjadi dalam auditnya, auditor perlu untuk
mengerti dan memahami kecurangan, jenis, karakteristiknya, serta cara untuk
mendeteksinya. Cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi kecurangan antara
lain dengan melihat tanda, sinyal, atau red flags suatu tindakan yang
diduga menyebabkan atau potensial menimbulkan kecurangan. Red flags merupakan
suatu kondisi yang janggal atau berbeda dari keadaan normal. Dengan kata lain, red
flags merupakan petunjuk atau indikasi akan adanya sesuatu yang tidak biasa
dan memerlukan penyidikan lebih lanjut (Sitinjak, 2008). Meskipun timbulnya red
flags tidak selalu mengindikasikan adanya kecurangan, namun red flags biasanya
selalu muncul di setiap kasus kecurangan yang terjadi sehingga dapat menjadi
tanda peringatan bahwa kecurangan terjadi (Amrizal, 2004). Pemahaman dan
analisis lebih lanjut mengenai redjlags, dapat membantu langkah
selanjutnya bagi auditor untuk dapat memperoleh bukti awal atau mendeteksi
adanya kecurangan. Di dalam menjalankan tugasnya, khususnya dalam mendeteksi
kecurangan, auditor perlu didukung oleh sikap kompetensi, independensi, dan
profesionalisme. Sikap-sikap ini termuat dalam standar umum auditing yang
terdapat pada SPKN. Di dalam SPKN dinyatakan bahwa sikap umum seorang auditor
yang berhubungan dengan pribadinya adalah kompetensi (keahlian dan pelatihan
teknis), independensi, dan profesionalisme (penggunaan kemahiran profesional
auditor dengan cermat dan seksama). Oleh karena itu, auditor hams mempunyai dan
mempertahankan ketiga sikap ini karena sikap-sikap ini sangat diperlukan
auditor agar ia tidak gagal dalam mendeteksi kecurangan dan setelah kecurangan
tersebut terdeteksi, auditor tidak ikut menyembunyikan kecurangan tersebut. Pada
pernyataan standar umum pertama dalam SPKN, dinyatakan bahwa pemeriksa secara
kolektif hams memiliki kecakapan profesional yang memadai untuk melaksanakan tugas
pemeriksaan. Hal ini berarti, dengan menggunakan kompetensi yang diperoleh
melalui pendidikan, pengalaman, serta pelatihan teknis yang cukup, auditor
diharapkan dapat menjalankan tugasnya dengan lebih baik. Selain itu, dengan
memiliki sikap kompetensi, auditor juga dapat mengasah sensitivitas
(kepekaannya) dalam menganalisis laporan keuangan yang di auditnya sehingga
auditor mengetahui apakah di dalam laporan keuangan tersebut, terdapat tindakan
kecurangan atau tidak serta mampu mendeteksi trik-trik rekayasa yang dilakukan
dalam melakukan kecurangan tersebut (Lastanti, 2005). Selain kompetensi, sikap
independensi juga harus dimiliki dan dipertahankan oleh auditor. Sikap ini
mengharuskan auditor agar dalam setiap menjalankan tugasnya, ia tidak dibenarkan
memihak kepada siapapun. Pada pemyataan standar umum kedua dalam SPKN, dinyatakan
bahwa dalam semua hal yang berkaitan dengan pekerjaan pemeriksaan, organisasi pemeriksa
dan pemeriksa, harus bebas dalam sikap mental dan penampilan dari gangguan pribadi,
ekstem, dan organisasi yang dapat mempengaruhi independensinya. Sikap independensi
diperlukan auditor agar ia bebas dari kepentingan dan tekanan pihak manapun, sehingga
auditor dapat mendeteksi ada tidaknya kecurangan pada perusahaan yang di auditnya
dengan tepat, dan setelah kecurangan tersebut terdeteksi, auditor tidak ikut
terlibat dalam mengamankan praktik kecurangan tersebut (Lastanti, 2005). Sikap
penting lainnya yang harus dimiliki dan dipertahankan oleh auditor adalah sikap
profesionalisme. Hal ini diatur dalam standar umum ketiga SPKN, yang menyatakan
bahwa dalam pelaksanaan pemeriksaan serta penyusunan laporan hasil pemeriksaan,
pemeriksa wajib menggunakan kemah iran profesionalnya secara cermat dan
seksama. Hal ini berarti auditor dituntut untuk memiliki keterampilan umum yang
dimiliki auditor pada umumnya dan merencanakan serta melaksanakan pekerjaan
menggunakan keterampilan dan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan
seksama. Penggunaan kemahiran professional dengan cermat dan seksama,
memungkinkan auditor untuk memperoleh keyakinan memadai bahwa laporan keuangan
bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan maupun
kecurangan. Di Indonesia, penelitian mengenai peran kompetensi, independensi,
dan profesionalisme sudah banyak dilakukan, namun penelitian yang menggabungkan
ketiga sikap ini terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan belum
dilakukan. Penelitian ini menggabungkan ketiga sikap ini karena ketiga sikap
ini merupakan sikap minimal yang harus dimiliki setiap individu auditor dalam
menjalankan tugasnya agar tugas yang dijalankan sesuai dengan aturan
profesinya. Khususnya dalam mendeteksi kecurangan, ketiga sikap ini diperlukan
agar auditor mampu mendeteksi kecurangan yang dapat terjadi dalam tugas
auditnya dengan tepat dan auditor tidak ikut terlibat dalam mengamankan kecurangan
tersebut.
Variabel Penelitian :
Variabel
yang digunakan dalam penelitian ini adalah kompetensi (X1), independensi (X2),
serta profesionalisme (X3), kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan (fraud)
(Y)
Metodologi Penelitian :
Variabel
kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan (fraud) dan variabel independensi
dalam penelitian diukur menggunakan skala Likert. Untuk setiap pertanyaan
atau pernyataan dari setiap variabel diberi nilai skor dari yang terendah
hinggi tertinggi secara berturut-turut diberikan nilai 1, 2, 3, 4, 5.
Untuk
mengukur variabel kompetensi, peneliti me nggunakan instrumen pengetahuan dan
pengalaman. Pengetahuan diukur dengan menggunakan instrumen pengetahuan dari
pendidikan formal, pengetahuan dari pendidikan non formal (pelatihan, kursus,
dan seminar), kemampuan berkomunikasi dengan klien, dan kedisiplinan (ketepatan
waktu). Sedangkan untuk pengalaman diukur dengan instrumen banyaknya klien yang
telah di audit dan lamanya bekerja
sebagai auditor.
Data
dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan metode survey, yaitu dengan
menyebarkan kuesioner pada sampel yang akan diteliti. Pertanyaan kuesioner pada
dalam penelitian ini merupakan pertanyaan tertutup yang terdiri dari dua
bagian. Bagian pertama berisi data responden yang merupakan gambaran umum
responden secara demografis dan bagian kedua berisi daftar pertanyaan yang
mewakili variabel penelitian.
Pengujian
model pengukuran (outer model) digunakan untuk mengetahui hubungan antara indikator
dengan konstruknya (Ghozali, 2008). Pengujian outer model terdiri dari tiga pengujian,
yaitu uji convergent validity, discriminant validity, dan composite
reliability. Uji convergent validity dan discriminant validity digunakan untuk
menguji validitas indikator setiap variabel, sedangkan uji composite
reliability digunakan untuk mengukur reliabilitas dari indikator yang mengukur
konstruk.
Hasil Penelitian :
Pengaruh yang signifikan juga
tampak pada variabel independensi terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi
kecurangan (fraud). HasH ini berarti mendukung hipotesis yang kedua,
yaitu independensi berpengaruh positif terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi
kecurangan (fraud). Nilai t statistik sebesar 2,587 yang lebih besar
dari 1 ,96 berarti terdapat pengaruh signifikan antara independensi terhadap
kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan (fraud). Nilai koefisien
parameter sebesar 0,289 berarti terdapat pengaruh positif antara independensi
dan kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan (fraud). Semakin
tinggi independensi seorang auditor, maka semakin tinggi kemampuan auditor
dalam mendeteksi kecurangan (fraud).
Sedangkan pengaruh
profesionalisme terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan (fraud)
juga mempunyai pengaruh yang signifikan. Ini berarti penelitian ini mendukung
hipotesis ketiga, yaitu profesionalisme berpengaruh positif terhadap kemampuan auditor
dalam mendeteksi kecurangan (fraud). Nilai t statistik sebesar 4,204
yang lebih besar dari 1,96 berarti terdapat pengaruh signifikan antara
profesionalisme terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan (fraud).
Nilai koefisien parameter sebesar 0,298 berarti terdapat pengaruh positif
antara profesionalisme dan kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan (fraud).
Semakin tinggi profesionalisme seorang auditor, maka semakin tinggi kemampuan
auditor dalarn rnendeteksi kecurangan (fraud).
Analisis Jurnal :
Terdapat
pengaruh positif pada kompetensi, independensi, profesionalisme terhadap
kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan (fraud). Hal ini menunjukkan
bahwa dengan menggunakan kompetensi yang baik, auditor dapat menjalankan
tugasnya dengan lebih baik, terlebih dalarn mendeteksi kecurangan yang dapat
terjadi dalam melaksanakan tugas auditnya. Selain itu, dengan sikap kompetensi,
auditor juga dapat mengasah kepekaannya dalam menganalisis laporan keuangan dan
mampu mendeteksi trik-trik rekayasa yang dilakukan untuk melakukan kecurangan
tersebut sehingga ia dapat mengetahui apakah di dalam tugas auditnya itu, terdapat
tindakan kecurangan atau tidak. Selain itu, dengan menggunakan independensi,
kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan akan menjadi lebih baik dan
setelah kecurangan terdeteksi, auditor tidak ikut terlibat dalam mengamankan
praktik kecurangan tersebut. Dan dengan semakin meningkatnya profesionalisme
seorang auditor dalam menjalankan tugasnya, maka kemampuan auditor dalam
mendeteksi kecurangan juga meningkat karena auditor memiliki keyakinan memadai
bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan
oleh kekeliruan maupun kecurangan.